Istana Janji Tindak Tegas Pelanggar Protokol Kesehatan Saat Kampanye

Kamis, 24 September 2020 | 03:05 WIB
Istana Janji Tindak Tegas Pelanggar Protokol Kesehatan Saat Kampanye
Presiden Joko Widodo bersiap menyampaikan pidato untuk ditayangkan dalam Sidang Majelis Umum ke-75 PBB secara virtual di Istana Bogor, Jawa Barat, Rabu (23/9/2020). [ANTARA FOTO]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Donny Gahral Adian menegaskan pemerintah mengutamakan kesehatan saat pelaksanaan Pilkada serentak 9 Desember 2020.

Kata Donny, pemerintah akan menindak tegas siapapun peserta Pilkada yang melanggar protokol kesehatan.

"Pemerintah mengutamakan kesehatan. Oleh karena itu setiap kali ada pelanggran pasti akan ditindak tegas," ujar Donny saat dihubungi Suara.com, Rabu (23/9/2020).

Pernyataan Donny merespon tudingan
Front Pembela Islam (FPI), Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama dan Persaudaraan Alumni (PA) 212 bahwa pemerintah mementingkan ekonomi dan politik dibandingkan dengan keselamatan masyarakat.

Baca Juga: Istana Respons Maklumat FPI Cs: Mending Gabung daripada Boikot Pilkada

Donny mengingatkan pemerintah tak akan mentolerir siapapun calon kepala daerah yang melanggar protokol kesehatan saat kampanye.

Penindakan tegas pelanggaran protokol kesehatan juga diberikan kepada para tim suksesnya.

"Jadi tidak ada ampun bagi yang melanggar protokol kesehatan saat kampanye. Siapapun dia yang melanggar calon kepala daerah timnya akan ada sanksi yang tegas," kata Donny.

Lebih lanjut, Donny menuturkan keputusan pelaksanaan Pilkada serentak sudah disepakati oleh pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan DPR.

Pelaksanaan Pilkada serentak di masa pandemi kata Donny sudah ditetapkan saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPR pada Senin 21 September 2020 .

Baca Juga: Bahas Angkringan Ramai di Jogjakarta, dr Tirta: Beraninya Sama Rakyat Kecil

"Jadi sudah ditetapkan pemerintah menindaklanjuti kesepakatan antara DPR dan pemerintah di RDP pada Senin kemarin 21 September dengan tentu saja berkoordinasi dengan Bawaslu, KPU, Dewan Kehormatan (DKPP) untukmemastikan agar pilkada yang nanti bisa diselenggarakan serentak 9 Desember berjalan dengan lancar umum bebas rahasia dan sehat," katanya

Sebelumnya, Front Pembela Islam (FPI), Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama dan Persaudaraan Alumni (PA) 212 mendesak agar pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 ditunda.

Bahkan tiga organisasi massa berbasis Islam itu menyerukan kepada seluruh masyarakat untuk tidak terlibat dalam penyelenggaraan pesta demokrasi di tengah pandemi Covid-19.

Permintaan FPI, GNPF dan PA 212 itu tertuang dalam maklumat yang diteken masing-masing pimpinannya serta diketahui oleh pentolan FPI Habib Rizieq Shihab. Terdapat tiga maklumat yang diserukan sebagai bentuk permintaan penundaan Pilkada Serentak 2020.

"Menyerukan untuk dilakukan penundaan dan menghentikan seluruh rangkaian atau tahapan proses Pilkada maut 2020 yang telah terbukti menjadi sebab mobilisasi massa dan menjadi klaster penyebaran Covid-19," demikian tertulis dalam tersebut, Selasa (22/9/2020).

Lalu, mereka menuntut tanggung jawab negara dalam melindungi segenap bangsa Indonesia dari ancaman Covid-19 melalui kebijakan yang benar-benar berpihak kepada rakyat. Mereka juga menyerukan kepada seluruh masyarakat untuk memboikot Pilkada 2020.

Menyerukan kepada segenap pengurus, simpatisan pada khususnya dan seluruh umat Islam Indonesia pada umumnya untuk tidak terlibat dalam seluruh rangkaian atau tahapan proses Pilkada maut 2020," tegasnya.

Alasan FPI, GNPF Ulama dan PA 212 mengeluarkan maklumat tersebut dikarenakan memperhatikan buruknya penanganan pandemi Covid-19 yang dilakukan oleh pemerintah. Menurut mereka, pemerintah hanya lebih mementingkan ekonomi dan politik dibandingkan dengan keselamatan masyarakat.

Lebih lanjut, mereka juga melihat penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020 malah menjadi klaster penyebaran Covid-19. Dalam proses pendaftaran pasangan calon kepala daerah telah menjadi sebab terjadinya mobilisasi massa dan penyelenggara pilkada yaitu Komisioner KPU juga telah terpapar Covid-19.

"Dengan demikian, Pilkada kali ini dapat dikatakan sebagai klaster maut penyebaran Covid-19. Tidak ada dalil pembenar untuk kepentingan tetap menyelenggarakan Pilkada maut itu," tandasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI