Suara.com - Politisi Partai Demokrat Jansen Sitindaon mengeluarkan kelakar terkait polemik Pilkada 2020 di tengah pandemi Covid-19.
Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat itu berkelakar mengusulkan agar Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan menyatakan setuju Pilkada digelar.
Dengan demikian, para pejabat lain akan beramai-ramai menyatakan kontra dan meminta Pilkada ditunda.
Kelakar itu disampaikan oleh Jansen melalui akun Twitter miliknya @jansen_jsp.
Baca Juga: Usul Pilkada Ditunda, Haedar Nashir: yang Penting Pemerintah Tanggung Jawab
Jansen mengaku hanya meneruskan masukan dari salah seorang warganet dalam kolom komentar salah satu cuitannya.
"Mas @aniesbaswedan barusan ada masukan di komen Twitterku, tolong katanya mas Anies menyatakan setuju Pilkada ini dilanjutkan," kata Jansen seperti dikutip Suara.com, Rabu (23/9/2020).
Jika Anies menyatakan setuju Pilkada lanjut, maka diharapkan para pejabat lainnya akan beramai-ramai menyuarakan penolakan dan meminta Pilkada ditunda.
"Agar pejabat yang lain ramai-ramai menolak dan mengatakan ditunda," imbuhnya.
Menurut si warganet, kata Jansen, cara itu paling ampuh agar pemerintah tidak melanjutkan Pilkada di tengah pandemi Covid-19.
Baca Juga: Desak Pilkada Ditunda, Fadli Zon: Jangan Kontradiksi Kata dan Perbuatan
"Katanya itu yang paling ampuh agar Pilkada ini tidak dilanjutkan dibanding cara lain. #Joke!" ungkap Jansen.
Sering Berseberangan
Kebijakan yang dikeluarkan oleh Anies Baswedan seringkali berseberangan dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat.
Tak jarang, kebijakan-kebijakan di DKI Jakarta menjadi polemik lantaran kontra dengan pemerintah pusat.
Salah satunya dalam penanganan Covid-19 baru-baru ini. Anies mengumumkan akan menarik rem darurat dengan kembali menetapkan PSBB Jilid II.
Dalam kebijakan PSBB Jilid II, seluruh aktivitas di luar rumah dihentikan, sama seperti PSBB Jilid I.
Sekolah-sekolah kembali diliburkan, berbagai sektor usaha dibatasi hingga perkantoran diliburkan dan para pekerja bekerja dari rumah (Work From Home/ WFH).
Namun, kebijakan tersebut langsung dibantah oleh sejumlah pejabat di pemerintahan pusat. Salah satunya Menteri Perekonomian Erlangga Hartarto yang menentang para pekerja 100 persen WFH.