Suara.com - Pidato Presiden Joko Widodo dalam Sidang Majelis Umum Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) mendapat sorotan dari sosiolog Tamrin Tomagola.
Dalam pidato yang disampaikan secara virtual pada Rabu (23/9/2020) itu, Presiden Jokowi menyampaikan sejumlah poin.
Salah satunya adalah tentang komitmen Indonesia sebagai anggota Dewan Keamanan PBB dalam perdamaian dan kerja sama dengan negara-negara lain.
"Spirit kerja sama akan selalu dikedepankan Indonesia, spirit yang akan selalu menguntungkan semua pihak tanpa meninggalkan satu negara pun. No country, no one should be left behind," kata Jokowi.
Baca Juga: Trump Desak PBB Minta Tanggung Jawab China Atas Wabah Corona
Kalimat itulah yang menjadi sorotan sosiolog yang juga menjadi Guru Besar Universitas Indonesia, Tamrin Tomagola.
Ia menuliskan akan memegang ucapan Presiden mengenai "No country, no one should be left behind (Tidak ada satu negara pun, tidak ada satu pun yang boleh tertinggal-red)".
"Di Sidang Tahunan PBB, @jokowi menegaskan: "NO COUNTRY, NO ONE SHOULD BE LEFT BEHIND!" Tenanan yo! Kami tagih nanti," tulis sosiolog asal Morotai, Maluku Utara ini.
Pidato Jokowi
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan pidato pada Sidang Majelis Umum ke-75 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Baca Juga: Ini yang Ditakutkan Rocky Gerung soal Pidato Perdana Jokowi di Sidang PBB
Pada sesi debat umum Sidang Majelis Umum ke-75 PBB, Jokowi mengingatkan, 75 tahun yang lalu, PBB dibentuk agar perang dunia II tidak terulang kembali dan agar dunia bisa lebih damai, stabil, dan sejahtera. Perang tidak akan menguntungkan siapapun.
Kata Jokowi, tidak ada artinya sebuah kemenangan dirayakan di tengah kehancuran, dan tidak ada artinya menjadi kekuatan ekonomi terbesar di tengah dunia yang tenggelam.
"Di usia PBB yang ke-75 ini, kita patut bertanya, apakah dunia yang kita impikan tersebut sudah tercapai? Saya kira jawaban kita akan sama. Belum," ujar Jokowi secara virtual dalam siaran Youtube Sekretariat Presiden secara virtual, Rabu (23/9/2020).
Menurut Jokowi, saat ini konflik masih terjadi di berbagai belahan dunia. Kemiskinan dan bahkan kelaparan masih terus dirasakan.
Prinsip-prinsip Piagam PBB dan hukum internasional kerap tidak diindahkan, termasuk penghormatan terhadap kedaulatan dan integritas wilayah.
"Kita semua prihatin melihat situasi ini. Keprihatinan kita menjadi semakin besar di saat pandemi Covid-19. Di saat seharusnya kita semua bersatu padu bekerja sama melawan pandemi, yang justru kita lihat adalah masih terjadinya perpecahan dan rivalitas yang semakin menajam," ucap dia.
Mantan Gubernur DKI Jakarta menuturkan seharusnya semua negara bersatu padu dan selalu menggunakan pendekatan win-win pola hubungan antarnegara yang saling menguntungkan.
Pasalnya kata dia, dampak pandemi Covid-19 sangat luar biasa baik dari sisi kesehatan maupun sosial ekonomi.
Jokowi menyebut Covid-19 tidak mengenal batas negara.
"Kita juga paham virus ini tidak mengenal batas negara. No one is safe until everyone is," tutur dia.
Sehingga jika terjadi perpecahan dan rivalitas, Kepala Negara khawatir pijakan bagi stabilitas dan perdamaian akan goyah dan sirna.
"Jika perpecahan dan rivalitas terus terjadi, maka saya khawatir pijakan bagi stabilitas dan perdamaian yang lestari akan goyah atau bahkan akan sirna. Dunia yang damai, stabil, dan sejahtera semakin sulit diwujudkan," katanya.