Suara.com - Kisah haru datang dari seorang ayah di negara tetangga, Malaysia, dimana seorang ayah rela memungut sebuah boneka beruang raksasa yang sudah kotor demi anaknya.
Kisah haru tersebut dibagikan oleh seorang warganet di akun Facebook bernama Azri Walter yang kemudian viral di media sosial Twitter.
Dalam unggahannya ia menceritakan pengamalan tersebut ketika ia sedang dalam perjalanan menuju kantornya di Putrajaya, pusat administrasi Malaysia yang menggantikan posisi Kuala Lumpur.
"Ketika saya berhenti di lampu lalu-lintas, saya melihat seorang laki-laki mengendarai motor. Saya melihat dia membawa sesuatu, saya mendekat dan memang ia membawa Teddy Bear besar," tulis Azri Walter.
Baca Juga: Ditentang Pacaran dengan Orang Malaysia, RP Malah Injak Bendera Merah Putih
Rasa penasarannya membuat Azri bertanya kepada laki-laki yang membawa boneka tersebut, "Bang, Teddy Bear besar itu akan dibawa kemana?"
"Ini saya temukan waktu saya kerja tadi, di dekat tempat sampah ada yang buang, jadi saya ambil," ujar lelaki tersebut kepada Azar.
Kemudian ketika ditanya akan diberikan kepada siapa, laki-laki tersebut akan memberikannya kepada sang anak, karena dia ingin sekali memiliki boneka beruang berukuran besar tersebut.
"Kemarin kami lihat (boneka) di toko, harganya sangat mahal, bisa untuk makan kami sekeluarga. Ini saya temukan di dekat tempat sampah, masih bagus. Saya akan mencucinya dan memberikan ke anak saya, pasti dia senang," jelas lelaki tersebut.
Unggahan tersebut langsung menuai komentar yang menyatakan rasa haru atas kisah seorang ayah yang rela memungut boneka besar tersebut.
Baca Juga: Tinggal di Ruko Penuh Sampah, 3 Gadis Hidup Bersama 13 Anjing hingga Musang
Akun @redzuanNewsMPB menuliskan komentar di postingannya " Tidak semua orang beruntung. Semoga ayah ini bisa membahagiakan anaknya."
Dikutip dari Channel News Asia, Pendapatan Garis Kemiskinan Nasional (PLI) baru-baru ini telah direvisi oleh Departemen Statistik Malaysia (DOSM), dengan garis kemiskinan direvisi dari pendapatan 908 ringgit (sekitar Rp 3,2 juta) menjadi 2.208 ringgit (Rp 7,8 juta) pada Juli 2020.
Dengan demikian, lebih dari 400.000 rumah tangga di Malaysia dengan pendapatan bulanan di bawah nominal tersebut dianggap hidup dalam kemiskinan.
Menurut kepala ahli statistik Malaysia, Datuk Seri Mohd Uzir Mahidin, angka baru tersebut berasal dari perubahan metodologi yang menekankan pentingnya pola makan yang sehat dan kebutuhan dasar yang berkualitas.
Metodologi sebelumnya telah berdiri selama 15 tahun sejak perumusannya pada tahun 2005. Metodologi tersebut didasarkan pada kebutuhan pangan minimum untuk setiap anggota rumah tangga dan 106 item non-makanan, sesuai dengan pola pengeluaran B20 (20 persen rumah tangga terbawah).
Dalam sebuah studi tahun 2018 oleh Bank Negara, bank sentral negara tersebut, memperkirakan upah hidup di Kuala Lumpur untuk lajang, pasangan tanpa anak dan pasangan dengan dua anak masing-masing adalah 2.700 ringgit (Rp 9,6 juta), 4.500 ringgit (Rp 16 juta) dan 6.500 ringgit (Rp 23,2 juta).
Dengan PLI yang direvisi, angka kemiskinan Malaysia adalah 5,6 persen (405.441 rumah tangga) untuk tahun 2019. Jika metodologi 2005 digunakan, angka kemiskinan akan menjadi 0,2 persen, hanya melibatkan 16.653 rumah tangga pada tahun yang sama, menurut Malay Mail.