Suara.com - Politisi Partai Gelora Indonesia, Fahri Hamzah tidak ingin Pilkada 2020 ditunda karena pandemi. Ketimbang menunda Pilkada, ia ingin agar kabinet kementerian Presiden Joko Widodo tidak main-main dalam menangani pandemi.
Fahri mengungkapkan, selain krisis kesehatan dan ekonomi, ada krisis lain yang mengintai dan tak kalah mengkhawatirkan.
"Pertama saya mengkhawatirkan krisis bukan cuma krisis kesehatan dan sekarang krisis ekonomi, saya juga mencemaskan krisis legitimasi di kekuasaan baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah," ujar Fahri dalam tayangan Indonesia Lawyers Club TV One, Selasa (22/9/2020).
Menurutnya, legitimasi kekuasaan adalah hal mendasar yang bisa menopang penanganan krisis kesehatan dan ekonomi.
Baca Juga: Soroti Pilkada, Rocky: Biar Tidak Ada Orang yang Jadi Tukang Martabak Lagi
"Pemimpin kita yang legitimate itu bisa mengajak kita untuk hidup miskin bareng. Makan dari hutan, kita kembali ke nature. Tapi sekali kita kehilangan basis legitimasi itu berbahaya sekali," kata Fahri.
Legitimasi kekuasaan ini, lanjut Fahri,sebagai bentuk peringatan kepada kabinet pemerintahan usat yang menurutnya masih belum menyadari adanya krisis.
"Ini yang saya ingatkan pada pemerintah pusat, kabinet ini dibentuk bukan untuk menghadapi krisis. Kabinet ini dibentuk untuk pesta. Tidak sadar bahwa di depan matanya ada krisis besar," tukas Fahri.
Wakil Ketua Umum Partai Gelora itu lantas menyarankan agar Presiden Jokowi membangun kabinet perang untuk mengatasi krisis akibat pandemi.
"Itu sebabnya Pak Jokowi sekarang harus memimpin war cabinet, kabinet perang. Dia harus mengumumkan bahwa ini situasi spesial, kita sedang menghadapi masalah-masalah yang tidak pernah kita hadapi baik sebagai bangsa maupun sebagai umat manusia," saran Fahri.
Baca Juga: Media Asing Sebut Menkes Terawan Bertanggung Jawab atas Krisis Covid-19
Selain kabinet perang, Fahri menjelaskan, pemerintah juga seharusnya tidak hanya fokus pada protokol Covid-19 yang telah diberlakukan, namun juga protokol menghadapi krisis bagi pemerintah.
"Nah ini yang saya tidak lihat, mohon maaf saja misalnya cara nanganin Covid dari Gugus Tugas menjadi Satgas, lalu kemudian memberikan kewenangan kepada Pak Luhut. Itu sebenarnya menjelaskan bahwa ini tidak ada rencana, tidak ada sesuatu yang solid atau ada sesuatu yang salah dari awal," kritik Fahri.
Fahri juga menyoroti cara penanganan krisis yang masih belum memuaskan lantaran belum terbentuknya kesadaran dasar.
"Sekarang Menteri Keuangan mengumumkan kita sudah masuk resesi. Yang dibutuhkan itu bukan hanya ide-ide sektoral tapi kesadaran dasar bahwa kita semua ini sedang dalam bencana besar. Jangankan kita berkontribusi untuk kemanusiaan, menyelesaikan maslah kita sendiri aja kita enggak sanggup," sindir Fahri.
Lebih lanjut, ia kemudian tak ingin kondisi krisis tersebut menghalangi pelaksanaan Pilkada yang rencananya akan digelar Desember 2020 nanti.
"Apabila 270 daerah ini legitimasinya hilang, chaos (kekacauan) akan terjadi di daerah. Plt (Pelaksana tugas)tidak bisa menangani krisis," tutur Fahri.
Ia berpendapat bahwa kesadaran bersama soal krisis dan pandemi masih bisa muncul lantaran tidak adanya sikap persatuan.
"Itu saja belum sanggup kita lakukan. Kita masih pecah. Hari gini masih cebong kampret. masih saling fitnah kiri kanan saling maki, enggak ada persatuan. Padahal lagi krisis," protes Fahri.
Ia lantas meminta agar pemerintah pusat mulai mengubah cara berpikir menangani pandemi.
"Tolong itu ubah mindset pemerintahan pusat. Ini krisis besar jangan main-main!" kata Fahri memungkasi.