Suara.com - Mantan calon wakil presiden dari Partai Gerindra Sandiaga Uno diturunkan untuk menjadi tim pemenangan mantu Presiden Joko Widodo, Bobby Nasution, yang maju ke pilkada Kota Medan berpasangan dengan Aulia Rachman.
Kesediaan Sandiaga menjadi tim sukses mantu Jokowi amat mengecewakan bagi Wakil Ketua Majelis Mudzakarah Novel Bamukmin. Majelis Mudzakarah merupakan organisasi kemasyarakatan pendukung pasangan Anies Baswedan - Sandiaga Uno ketika maju pilkada Jakarta menghadapi Basuki Tjahaja Purnama - Djarot Saiful Hidayat, juga ketika Prabowo Subianto - Sandiaga Uno maju ke bursa pemilu presiden 2019 menghadapi Joko Widodo - Ma'ruf Amin.
"Beliau itu kan pengusaha, sudah otomatis beliau sangat piawai menghitung untung rugi dan sepertinya keuntungan didepan mata sudah sangat dikalkulasi dengan matang sehingga berani tampil sebagai tim pemenangan mantu Jokowi sebagai kepanjangan politik dinasti yang tidak peduli dengan prinsip-prinsip politik yang sehat dan pembodohan. Tapi gimana juga kalau sudah bicara untung rugi itu haknya seseorang, walau mengorbankan amanat dari rakyat yang ketika itu dipercaya untuk merubah nasib bangsa yang terpuruk dengan menjadi lawan pada capres Jokowi ketika itu," kata Novel kepada Suara.com, Rabu (23/9/2020).
Di tim pemenangan Bobby dan Aulia Rachman -- kader Partai Gerindra -- Sandiaga Uno bekerjasama dengan Djarot Saiful Hidayat. Dalam struktur tim sukses, Sandiaga menjadi dewan pembina, sedangkan Djarot menjadi dewan pengarah. Selain kedua tokoh, masih ada sejumlah tokoh nasional yang diturunkan untuk memenangkan pasangan Bobby dan Aulia Rachman.
Baca Juga: Resesi, Sandiaga Uno: Fokus Penyelamatan Ekonomi Mestinya UMKM
"Cuma saya sih prihatin sampai sebegitunya dia jatuhkan harga diri demi mengejar keuntungan, jangankan amanat pemilih yang ia khianati harga dirinya pun dijual sampai jatuh derajat cawapres langsung jadi jongos. Bahkan nilai-nilai agamapun untuk menjadi muslim yang kaffah dan istiqomah pun ia tabrak sampai-sampai mendukung kelompok pendukung penista agama (Ahok)," kata Novel.
Karena sudah begitu kecewa dengan sikap Sandiaga, Novel menyatakan tak mau mendukungnya lagi. Tetapi, Novel memastikan masih setia pada Anies Baswedan yang kini menjadi gubernur Jakarta.
"Waduh sudah nggak mungkinlah saya mendukung pengkhianat seperti Sandi. Saya masih mendukung dan memperjuangkan Anies Baswedan yang saat ini masih setia dengan amanat warganya dengan memperjuangkan menyelamatkan nyawa warganya (dari Covid-19) karena Anies sadar bahwa nyawa warganya tidak bisa dirupiahkan," kata Novel.
"Beda dengan Sandi malah bernafsu mendukung pilkada yang sangat mengancam nyawa rakyat (karena akan dilaksanakan di tengah pandemi) dengan begitu jelas sikap kami. Kami ini tidak akan terlibat dalam pilkada tahun ini kalau rezim ini masih ngotot menggelar pilkada (di tengah pandemi) dan jelas masih saya sampaikan terus untuk pemerintah pusat segera tunda pilkada sampai pandemi berlalu dari Indonesia," Novel menambahkan.
Hal biasa dalam politik
Baca Juga: Pilkada Tak Ditunda, Muhammadiyah: Terserah, yang Penting Tanggung Jawab
Masuknya tokoh-tokoh politik nasional menjadi tim pemenangan Bobby - Aulia Rachman dinilai analis politik dari Indo Strategi Research And Consulting Arif Nurul Imam, merupakan hal yang biasa.
Sandiaga merupakan pengurus Partai Gerindra sehingga mau tidak mau dia mengikuti garis partainya yang mengusung pasangan Bobby dan Aulia. Aulia merupakan kader Partai Gerindra.
"Dan tentunya lagi-lagi soal kepentingan politik praktis, itu kepentingan untuk menang aja sehinga kalau bicara ideologi bisa jadi nggak relevan," kata Arif kepada Suara.com, Senin (21/9/2020).
Dinamika yang terjadi di Kota Medan sekaligus menunjukkan bahwa fenomena politik lokal dengan politik nasinal tidak sama. Di tingkat pusat -- pemilu presiden -- partai bisa berseteru, sementara di daerah mereka bisa bergandengan tangan.
Menurut catatan Suara.com, dalam dua pemilihan presiden dan wakil presiden terakhir (2014 dan 2019), Partai Gerindra dan gerbongnya merupakan lawan kuat PDI Perjuangan dan koalisi. Sementara di sejumlah daerah, mereka kompak saling gotong royong mengusung calon kepala daerah yang sama.
"Meskipun dalam pilpres mereka berseberangan, tetapi dalam politik lokal bisa bersatu," kata Arif.
Peta politik nasional setelah pemilu presiden dan wakil presiden 2019 pun berubah, Gerindra berubah haluan menjadi pendukung pemerintahan Jokowi. Prabowo yang tadinya menjadi lawan Jokowi, kini menjadi menteri pertahanan di bawah komando Jokowi.
Sementara itu kenapa Djarot juga masuk dalam struktur tim sukses pasangan Bobby dan Aulia, menurut Nurul, karena Djarot punya modal politik yang kuat di Sumatera Utara. Djarot pernah menjadi calon gubernur Sumatera Utara, selain itu dia berangkat dari daerah pemilihan Sumatera Utara untuk menjadi anggota DPR.
"Sedikit banyak dia punya basis-basis politik yang bisa diarahkan untuk dukung Bobby. Jejaring dia di grass root bisa didorong untuk mendukung. Itu yang saya kira Djarot kenapa masuk dalam struktur tim kampanye Bobby," katanya.
Menurut Nurul masuknya Djarot lebih didasari kalkulasi politik elektoral.
"Kalau Djarot gabung di situ bisa gaet pemilih Djarot. Ketika dia masuk, logikanya akan lebih mudah dorong pemilihnya dukung Bobby," katanya.
Sedangkan Sandiaga masuk, selain dia kader Gerindra, juga karena diperhitungkan bisa menggaet suara dari kalangan emak-emak dan pengusaha.
Menurut analisis Arif, masuknya kedua tokoh tersebut ke Kota Medan bukan soal tidak percaya diri bisa memenangkan Bobby atau tidak, tetapi lebih untuk memaksimalkan modal politik agar bisa menang.
Menurut Nurul masuknya Djarot lebih didasari kalkulasi politik elektoral.
"Kalau Djarot gabung di situ bisa gaet pemilih Djarot. Ketika dia masuk, logikanya akan lebih mudah dorong pemilihnya dukung Bobby," katanya.
Sedangkan Sandiaga masuk, selain dia kader Gerindra, juga karena diperhitungkan bisa menggaet suara dari kalangan emak-emak dan pengusaha.
Menurut analisis Arif, masuknya kedua tokoh tersebut ke Kota Medan bukan soal tidak percaya diri bisa memenangkan Bobby atau tidak, tetapi lebih untuk memaksimalkan modal politik agar bisa menang.