Suara.com - Di linimasa media sosial, beredar klaim yang mengatakan bahwa larangan pemakaian masker scuba adalah bagian dari politik perusahaan.
Klaim tersebut dikabarkan oleh pemilik akun Facebook Tommy Cen dengan melampirkan foto tayangan televisi media yang terkait dengan larangan masker scuba.
Berikut narasi yang dibuat oleh Tommy Cen:
"Ini politik perusahaan beneran... Dulu awal pandemi masker di save harga di naikkan selangit & keluar lah masker scuba produksi rmhan harga murah jg bisa di cuci pakai lagi... Skrg di larang masker scuba krn masker mereka tdk laku jg mahal... bantu tdk mlh sll nyusahin masyarakat melulu... bila mau membantu stiap rumah di bagi masker 1 kotak/bln scr free n sosialisasi br jlnin larangan itu."
Baca Juga: CEK FAKTA: Benarkah Minum Kopi Tiga Kali Sehari Bisa Cegah Covid-19?
Lantas benarkah klaim tersebut?
Penjelasan
Berdasarkan penelusuran turnbackhoax.id -- jaringan suara.com pada Minggu (20/9/2020), klaim yang mengatakan bahwa larangan pemakaian masker scuba lantaran berkaitan dengan politik perusahaan tersebut merupakan klaim yang salah.
Faktanya, pelarangan ini disebabkan lantaran masker scuba dianggap tidak efektif dalam mencegah penyebaran covid-19, bukan karena politik perusahaan.
Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito menuturkan bahwa masker scuba dan buff adalah masker dengan satu lapisan, tipis, dan mudah ditarik ke leher. Menurutnya, pengunaan masker scuba dirasa tidak berarti.
Baca Juga: UPDATE! Pengguna KRL Stasiun Rangkasbitung Wajib Pakai Masker 3 Lapis
Sebagai langkah pencegahan, Wiku merekomendasikan masker bedah atau kain yang terdiri atas tiga lapisan kain katun.
Ketua Tim Protokol Tim Mitigas Pengurus Besar IDI, dr Eka Ginanjar mengungkapkan bahwa masker scuba termasuk dalam kategori masker yang proteksinya tidak terlalu kuat. Menurutnya, setiap renggangan yang ditimbulkan, maka pori-pori dari masker scuba akan melebar. Hal ini yang menyebabkan daya tapisnya semakin jauh berkurang.
"Sehingga dalam kondisi yang seperti ini tidak disarankan menggunakan masker scuba karena kondisi infeksi sedang tinggi, hanya satu lapis, bisa merenggang, dan kurang ketat menutup aliran udara," jelas Eka, Jumat (18/9/2020).
Suara.com sendiri pernah mengangkat artikel terkait dengan ini. Dokter Spesialis Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Leher RSA UGM, dr. Mahatma Sotya Bawono, M.Sc., Sp. THT-KL menyatakan bahwa penggunaan masker scuba dinilai tidak efektif sebagai pencegahan diri terhadap serangan virus covid-19.
"Masker scuba memiliki efektifitas paling kecil hanya sekitar nol sampai lima persen sehingga tidak cukup untuk proteksi," jelasnya.
Artinya, pemakaian masker scuba dinilai kurang efektif melindungi area hidung dan mulut penggunanya dari kontak dengan percikan, tetesan, maupun partikel yang mungkin terpapar penyakit yang disebabkan oleh vierus SARS-CoV-2 tersebut.
Oleh sebab itu, ia tidak menyarankan pemakaian masker scuba sebagai alat pelindung dari penularan covid-19.
"Tidak disarankan pakai scuba atau buff masker karena kemampuan filtrasinya sangat kecil. Masyarakat disarankan memakai masker kain tiga lapis yang memiliki efektivitas penyaringan partikel 50-7- persen," ungkap pria yang kerap disapa Boni ini.
Hal tersebut senada dengan apa yang diungkapkan oleh dr Muhamad Fajri Adda'i, seorang praktisi sekaligus relawan Covid-19.
"Masker scuba itu tipis satu lapis, tidak efektif, karena bahannya neoprene, cenderung elastis. Jika ditarik pori akan membesar. Padahal, kita butuh kemampuan filtrasinya," jelasnya.
Kesimpulan
Berdasar penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa klaim yang menyebut bahwa pelarangan masker scuba terkait dengan politik perusahaan adalah klaim yang tidak benar.
Kabar tersebut masuk ke dalam kategori Misleading Content atau Konten yang Menyesatkan.