Suara.com - Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus atau Jampidsus Kejaksaan Agung, Ali Mukartono enggan merespon sejumlah informasi dari masyarakat sipil terkait penanganan kasus dugaan gratifikasi yang menyeret Jaksa Pinangki Sirna Malasari dan Djoko Tjandra.
Salah satunya adalah terkait istilah 'Bapak ku, Bapak mu' dan 'King Maker' dalam kasus Pinangki. Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia atau MAKI, Boyamin Saiman beberapa waktu lalu sempat menyampaikan informasi soal istilah tersebut kepada KPK agar menjadi petunjuk untuk menelusuri aktor-aktor lain yang terlibat dalam kasus suap dan gratifikasi Pinangki.
Menurut Ali selama proses penyidikan, pihaknya tidak pernah menemukan informasi tersebut. Bahkan, kata dia, fakta hukumnya berbeda.
"Kalau cuma bapaku-bapaku, pembuktian begitu loh. Selama tidak ada pembuktian ya sudalah itu jadi isu-isu," kata Ali di Gedung Bundar Kejaksaan Agung RI, Jumat (18/9/2020).
Baca Juga: Periksa Andi Irfan Hari Ini, Kejagung Datangi Rutan KPK
Terkait dengan kritikan pimpinan KPK terhadap penanganan kasus Jaksa Pinangki, ia merasa dilematis dan dalam posisi serba salah.
"Susah kan saya, dulu dituduh lelet terlambat. Sekarang ke pengadilan dibilang buru-buru, susah," ujarnya.
Sebelumnya, MAKI memberikan materi bahan supervisi terkait perkara sengkarut kasus Djoko Tjandra yang diduga melibatkan aparat penegak hukum. Materi itu diberikan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK yang menggelar ekspose atau gelar perkara bersama Kejaksaan Agung dan Bareskrim Polri, Jumat (11/9/2020) pekan lalu.
Dalam materi yang disampaikan, Boyamin mengatakan KPK harus mendalami aktivitas Jaksa Pinangki Sirna Malasari dan Anita Kolopakaing dalam kepengurusan fatwa Mahakamah Agung (MA). Diduga, mereka kerap menggunakan istilah "Bapakmu" dan "Bapakku".
"KPK hendaknya mendalami aktifitas PSM dan ADK dalam rencana pengurusan Fatwa dengan diduga sering menyebut istilah "Bapakmu" dan "Bapakku", kata dia.
Baca Juga: Penanganan Perkara Pinangki, Kejagung: Dulu Dituduh Lelet, Sekarang...