Suara.com - Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Direktorat Penuntutan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung RI melimpahkan berkas perkara dugaan gratifikasi kepengurusan fatwa MA Jaksa Pinangki Sirna Malasari, Kamis (17/9/2020).
"Melimpahkan Berkas Perkara Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) atas nama Terdakwa Pinangki Sirna Malasari (PSM) ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat," kata Kapuspenkum Kejagung RI, Hari Setiyono dalam keterangannya, Kamis (17/9/2020) sore.
Hari mengatakan, Pinangki diajukan sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan dakwaan komulatif. Dakwaan tersebut berupa Tipikor dan TPPU.
Konstruksi Hukum
Baca Juga: Perkara Jaksa Pinangki Dipercepat, KPK: Masukan Masyarakat Jangan Diabaikan
Pada awal November 2019, Pinangki selaku jaksa aktif bersama Anita Kolopaking dan Andi Irfan Jaya bertemu Djoko Tjandra di Kuala Lumpur, Malaysia.
Saat itu, status Djoko Tjandra adalah buronan kasus hak tagih atau cassie Bank Bali. Dalam pertemuan itu, Djoko Tjandra meminta Pinangki dan Anita untuk membantu mengurus fatwa di Mahkamah Agung (MA).
Hal itu diminta Djoko Tjandra agar tidak dieksekusi dalam kasus yang menjeratnya. Jika tidak dieksekusi, Djoko Tjandra bisa kembali ke Tanah Air tanpa harus menjalani hukuman pidana.
“Sehingga Joko Soegiarto Tjandra dapat kembali ke Indonesia tanpa harus menjalani pidana,” kata Hari.
Hari melanjutkan, Pinangki dan Anita bersedia membantu mengurus fatwa MA buat Djoko Tjandra. Kepada Pinangki, Djoko Tjandra menjanjikan imbalan senilai 1 juta USD.
Baca Juga: ICW: Apa Kejagung Sudah Usut Oknum di MA Bantu Jaksa Pinangki?
Hanya saja, uang tersebut diserahkan melalui pihak swasta, yakni Andi Irfan Jaya. Hal tersebut merujuk pada proposal ‘action plan’ yang dibuat oleh Pinangki dan diserahkan oleh Andi Irfan ke Djoko Tjandra.
Tak hanya itu, Pinangki dan Djoko Tjandra sepakat untuk memberikan uang senilai 10 juta USD kepada pejabat di Kejaksaan Agung dan di Mahkamah Agung untuk keperluan mengurus permohonan Fatwa Mahkamah Agung.
Djoko Tjandra lantas meminta iparnya --yang kini sudah meninggal-- bernama Herriyadi Angga Kusuma untuk memberikan uang kepada Pinangki melalui Andi Irfan di Jakarta senilai 500 ribu USD sebagai uang muka.
“Selanjutnya Andi Irfan memberikan uang itu kepada terdakwa Jaksa Pinangki. Kemudian dari uang itu terdakwa Pinangki memberikan sebagian ke Anita Kolopaking sebesar USD50 ribu sebagai pembayaran awal jasa Penasehat Hukum. Sementara, sisa uang tersebut masih dipegang oleh Jaksa Pinangki,” jelas Hari.
Dalam perjalannya, jelas Hari, ternyata action plan itu tidak ada yang terealisasi. Padahal, Djoko Tjandra telah memberikan sejumlah uang kepada Pinangki.
Berkenaan dengan itu, Djoko Tjandra pada Desember 2019 membatalkan rencana tersebut. Caranya dengan memberikan catatan pada kolom notes dari ‘action plan’ tersebut dengan tulisan tangan ‘no’.
Atas konstruksi hukum itu, perbuatan Pinangki termasuk pada perbuatan tindak pidana korupsi yakni pegawai negeri atau penyelenggara yang menerima hadiah atau janji terkait pengurusan fatwa ke MA melalui Kejaksaan Agung.
Selanjutnya, sisa uang sebesar 450 ribu USD masih dipegang oleh Jaksa Pinangki. Lalu, melalui sopirnya yang bernama Sugiarto dan Beni Sastrawan, Pinangki menukarkan valas tersebut.
Uang itu digunakan Pinangki untuk membeli Mobil BMW X-5. Tak hanya itu, Pinangki memakai uang itu untuk membayar Dokter Kecantikan di Amerika Serikat dan membayar apartemen di New York, Amerika Serikat.
“Pembayaran dokter home care, pembayaran Kartu Kredit, dan transaksi lain untuk kepentingan pribadi terdakwa serta pembayaran sewa Apartemen Essence Darmawangsa dan Apartemen Pakubuwono Signature yang menggunakan cash atau tunai USD,” pungkas Hari.
Atas perbuatannya, Jaksa Pinangki dijerat Pasal 5 ayat 2 Juncto Pasal 5 ayat (1) huruf a subsidair Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor.
Lalu, Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Kemudian, Pasal 15 Juncto Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 88 KUHP.
Subsidair Pasal 15 Juncto Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 88 KUHP.