Suara.com - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menggelar sidang lanjutan atas terdakwa Brigadir Abdul Malik dalam kasus penembakan yang menewaskan dua mahasiswa Universitas Halu Oleo (UHO) bernama Immawan Randi dan La Ode Yusuf, Kamis (17/9/2020).
Dalam sidang kali ini, seorang saksi bernama dr Arief Budiman yang bertugas di IGD Rumah Sakit Bhayangkara Kendari turut dihadirkan sebagai saksi.
Pada persidangan sebelumnya, yakni Kamis (10/9/2020), seorang saksi bernama Ipda Sakti Tangke Londok sempat memberikan keterangan jika ada seorang perempuan yang turut terkena tembakan.
Terkait hal tersebut, Arief mengaku ada seorang perempuan yang dibawa suaminya ke Rumah Sakit Bhyangkara pada 26 September 2019 --bertepatan dengan hari saat mahasiswa UHO menggelar unjuk rasa.
Baca Juga: Brigadir Abdul Tembak Mahasiswa saat Demo, Rekannya Bilang Ini di Sidang
Kepada Arief, suami dari perempuan tersebut mengatakan jika istrinya mengalami luka pada betisnya. Setelah diperiksa, ternyata ada serpihan berbentuk peluru yang bersarang di betis perempuan bernama Maulidiah itu.
"Seorang perempuan datang dibawa sama suaminya. Kemudian bilang ada serpihan di betis istrinya, kemudian 15 menit kami coba keluarkan serpihan itu, yang berbentuk peluru," ungkap Arief kepada majelis hakim secara virtual.
Arief menuturkan, dia bersama seorang perawat mencoba mengambil serpihan yang ada di betis Maulidiah. Alhasil, mereka menemukan satu butir peluru.
"Pertama pakai pinset dikorek, tapi karena tidak bisa, kami perlebar sedikit lukanya. Saya temukan sebutir peluru utuh," jelasnya.
Arief mengatakan, kondisi Maulidiah pada saat itu kesakitan dengan kaki terpincang. Dia hanya menemukan satu luka saja pada betis perempuan itu.
Baca Juga: Mahasiswa UHO Tewas Ditembak, 3 Polisi Akui Bawa Pistol saat Kawal Demo
"Hanya satu luka saja. Kondisinya kesakitan dan jalan terpincang," beber Arief.
Setelah pengobatan terhadap Maulidiah rampung, Arief langsung menyerahkan peluru tersebut kepada kepala rumah sakit. Tak hanya itu, Arief adalah sosok yang mengeluarkan hasil visum terkait luka tersebut.
"Pelurunya saya berikan kepada kepala rumah sakit. Selanjutnya saya tidak tahu. Visum Isinya telah dilakukan pemeriksaan pada korban luka tembak akibat senjata api," beber dia.
Lebih lanjut, Arief menambahkan jika perempuan itu terkena tembakan dari jarak jauh. Sebab, jika dilihat dari luar, luka pada betis Maulidiah tampak bersih.
"Dari luar lukanya bersih, Jarak jauh. Kalau jarak dekat biasanya ada seperti semburan," pungkas Arief.
Saksi Ipda Sakti Tangke Londok yang dihadirkan dalam persidangan pada Kamis (10/9/2020) mengaku mendapat tugas sif malam saat demo berlangsung. Dia bertugas menyisir lokasi demo yang berada di Gedung DPRD Sulawesi Tenggara pada malam hari.
Sakti menuturkan, dia sempat menemukan sepasang suami istri pada malam itu. Kata dia, perempuan itu mengalami luka karena terkena tertembak.
"Karena pada malam itu salah satu orang melapor ke polres bahwa istrinya terkena proyektil, kemudian melapor ke polres korban dibawa ke RS," kata Sakti.
"Saya dengar korban terkena proyektil. Saat itu kami mencoba olah TKP, namun korban sudah enggak ada. Dan salah satu peluru yang saya ambil, berdasarkan laporan suaminya cuma satu orang yang dibawa ke RS saat itu, dan dilakukan operasi pengambilan proyektil," jelasnya.
Sebelumnya diberitakan, dua mahasiswa UHO Kendari Sulawesi Tenggara meninggal karena tertembak peluru yang diduga berasal dari tembakan aparat kepolisian setempat.
Korban meninggal bernama Immawan Randi mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UHO serta La Ode Yusuf Badawi tewas akibat luka tembak dan pukulan di kepala.
Randi tewas tertembak saat demonstrasi berujung bentrokan di gedung DPRD Sulawesi Tenggara pada Kamis, 26 September 2019 lalu. Sementara Yusuf sempat kritis dan akhirnya meninggal, Jumat (27/9/2019) subuh.
Atas kejadian tersebut, Brigadir Abdul Malik resmi menyandang status tersangka seusai kedapatan membawa senjata api jenis HS saat bertugas. Sementara, hasil uji balistik selongsong peluru yang ditemukan sangat identik dengan senjata yang dibawa oleh Brigadir Abdul.
Atas perbuatannya, Abdul didakwa dengan pasal berbeda. Pertama, Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan, subsidair Pasal 351 ayat 3 KUHP tentang penganiayaan yang mengakibatkan kematian, atau Pasal 360 ayat 2 KUHP.
Dalam Pasal 338 KUHP, dia terancam hukuman pidana penjara paling lama 15 tahun.