Sarankan Pilkada 2020 Ditunda, Komnas HAM: Ada Dasar Hukumnya

Kamis, 17 September 2020 | 15:07 WIB
Sarankan Pilkada 2020 Ditunda, Komnas HAM: Ada Dasar Hukumnya
Komisioner Komnas HAM Hairansyah (Dok. Komnasham.go.id)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Proses pelaksanaan Pilkada Serentak di berbagai daerah di Indonesia dinilai rawan penyebaran Covid-19. Hal ini seiring dengan banyaknya pelanggaran protokol kesehatan dalam tahapan Pilkada yang telah berjalan di berbagai daerah.

Sejumlah pihak mengkhawatirkan Pilkada 2020 di tengah pandemi sangat berpotensi menjadi klaster baru penyebaran corona.

Menanggapi itu, Komisioner Komnas HAM Hairansyah mengatakan bahwa pihaknya sudah menyarankan agar pemerintah menunda pelaksanaan Pilkada. Hairansyah yang juga Ketua Tim Bentukan Paripurna Pemantauan Pemilu Daerah 2020 mengatakan, permintaan penundaan Pilkada itu semata-mata karena alasan kesehatan.

"Komnas HAM sudah membuat rilis dan memberikan rekomendasi untuk dilakukan penundaan pelaksanaan pilkada. Pertama, bukan karena Komnas HAM bergenit-genit sebagaimana disampaikan seorang anggota DPR, tapi lebih kepada karena ada dasar hukumnya," kata Hairansyah dalam diskusi publik yang digelar Komnas HAM secara virtual, Kamis (17/9/2020).

Baca Juga: Demi Nyawa Izin Konser Musik di Pilkada Disarankan Dikaji Ulang

Dia menjelaskan, dasar hukum permintaan penundaan Pilkada itu merujuk pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pilkada. Undang-Undang itu mensyaratkan mempertimbangkan penundaan karena pandemi dan bisa dilanjutkan kalau pandemi sudah berakhir.

"Jadi ada syarat undang-undang yang terpenuhi untuk dilakukan penundaan," ujarnya.

Menurut Hairansyah, selain alasan kesehatan, permintaan penundaan Pilkada 2020 juga berlandaskan dari monitoring yang telah dilakukan Komnas HAM sejak awal pandemi terhadap berbagai kebijakan pemerintah terkait penanganan Covid-19. Dalam berbagai kajian tersebut ada 18 rekomendasi yang telah disampaikan oleh tim Komnas HAM, salah satunya soal penguatan perundang-undangan.
"Artinya penguatan legalitas dari ketentuan yang mengatur soal bagaimana menangani Covid-19 ini sendiri. Ini juga yang berdampak sampai sekarang," kata Hairansyah.

Disebut Genit

Sebelumnya, anggota Komisi III DPR Arteria Dahlan mengkritisi Komnas HAM yang dinilai kerap bersikap genit dengan mengomentari banyak hal. Menurutnya penanganan kasus-kasu HAM minim dan penggunaan anggaran Komnas HAM lebih banyak dialokasikan untuk belanja pegawai.

Baca Juga: Potensi Penularan COVID-19, Bawaslu Banten Sarankan Kampanye Digelar Daring

Oleh sebab itu ia mempertanyakan ke mana anggaran yang dialokasikan untuk program kerja penanganan HAM?

"Rp100 miliar negara bayar bapak, tapi program pemajuan dan penegakan HAM hanya 25 persen. 74 persen nya apa? Buat bayar gaji? pantesan saja. Jadi harapan pemajuan HAM dan sebagainya nggak bakalan bisa tercapai karena tidak ada patriot-patriot yang hadir di situ, semuanya orang-orang yang pengin populer," kata Arteria kepada Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan dalam rapat kerja Komisi III, Selasa (15/9).

Arteria lantas memandang sikap Komnas HAM yang selama ini ia nilai justru hanya membuat kegaduhan antar lembaga ketimbang fokus pada penanganan kasus-kasu pelanggaran HAM.

"Saya kasih contoh nih pelanggaran HAM berat, apa yang kalian kerjakan selain membuat kegaduhan dengan Kejaksaan Agung. Intoleransi, ekstrimisme dengan kekerasan, mana ada?" ujarnya.

Lebih dari itu, Arteria meminta Komnas HAM agar tidak mencampuri urusan dan fungsi legislasi DPR sebagai pembuat undang-undang. Arteria meminta Komnas HAM tidak menjadi penghasut dan provokator agar DPR menghentikan pembahasan rancangan undang-undang tertentu.

Bahkan, dalam pernyataannya Arteria sempat mengancam akan membongkar borok Komnas HAM apabila lembaga tersebut berani menyinggung dan mengkritik kinerja legislatif.

"Jadi jangan kritisi DPR Pak. DPR itu sangat menghormati kelembagaan, sekali Bapak nyentuh DPR, kami bongkar nih boroknya Bapak kaya apa?" kata Arteria mengancam.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI