Suara.com - Komisaris Utama PT. Pertamina (persero) Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengkritik tata kelola Pertamina. Semenjak dia masuk ke perusahaan negara tersebut, sering dibuat heran oleh kebijakan direksi.
Akibat kebijakan yang dinilai Ahok sering nggak masuk akal, Pertamina menanggung utang yang nilainya fantastis. Selain mengkritik Pertamina yang dinilai belum mampu seimbangkan keuangan, dia juga mengkritik Kementerian BUMN dalam melakukan pergantian direksi.
Blak-blakan Ahok yang ditayangkan channel YouTube POIN menuai kritik, di antaranya dari tokoh Persaudaraan Alumni 212 Novel Bamukmin yang menilai Ahok kembali menciptakan kegaduhan.
"Sepertinya Ahok lagi pakai jurus mabuk tubruk sana tubruk sini demi menutupi kebodohannya yang sudah membuat Pertamina rugi Rp11 triliun sehingga tidak ada prestasi Ahok si tukang gaduh aja kerjanya paling jago ya cuma nyalahin orang terus mencari kambing hitam deh," kata Novel ketika dihubungi Suara.com, Kamis (17/9/2020).
Baca Juga: Dua Kemungkinan Maksud Ahok: Sinyal Perombakan Direksi atau Cari Panggung
Novel adalah tokoh selalu mengkritisi kebijakan Ahok. Tahun 2015, Novel pernah dipenjarakan Ahok (ketika masih menjadi gubernur Jakarta) selama tujuh bulan dalam kasus menghasut orang lain berbuat melawan hukum, ketika demonstrasi berujung ricuh di depan Balai Kota Jakarta pada Jumat (3/10/2014). Ketika itu, Novel menjadi salah satu koordinator demonstrasi.
Blak-blakan Ahok tentang kondisi internal Pertamina ditayangkan channel YouTube POIN. Mantan gubernur Jakarta itu mengkritik tata kelola BUMN, khususnya internal Pertamina.
Ahok mengatakan menolak kalau ada yang menunjuknya menjadi direktur utama Pertamina karena akan ada yang ribut. "Persoalannya kalau saya jadi dirut, ribut. Kadrun-kadrun mau demo, mau bikin gaduh lagi Republik ini,” ujar Ahok.
Atas berbagai kelemahan yang ada, Ahok mengusulkan sebaiknya Kementerian BUMN dibubarkan saja, lalu pemerintah membentuk super holding semacam Temasek di Singapura.
Selain menilai Ahok tidak berprestasi di Pertamina, Novel menjadi emosional ketika mendengar terminologi kadrun yang diucapkan Ahok.
Baca Juga: Dukung Ahok Libas, Ruhut: Ocehan Mereka Seperti Rasakan Nikmat Korek Kuping
"Sekarang apa yang mau didengar kalau sudah Pertamina dibuatnya bisa rugi mencoba caper, yang ada akhirnya hanya menjadi pahlawan kesiangan yang tidak bisa mengembalikan Pertamina sudah rugi karena yang penting gimana caranya bisa untung, bukan dengerin koar-koar si bacot malah bawa-bawa kadrun yang tidak ada korelasinya sama kerugian Pertamina yang Rp11 triliun," kata Novel.
Novel mengaku kecewa sejak pertama Ahok dimasukkan ke Pertamina. Bagi dia, Ahok adalah "produk gagal."
"Untuk itu kami sebagai anak bangsa tentunya prihatin dengan ditempatkannya Ahok yang memang selalu menjadi produk gagal dan saya sudah sampaikan jauh-jauh hari ketika Ahok dikabarkan menjadi komisaris Pertamina agar hati-hati menempatkan produk gagal karena yang dipegangnya adalah obyek vital negara. Dan ternyata akhirnya Pertamina menjadi rugi," kata Novel.
Novel menyarankan kepada pemerintah agar memberhentikan Ahok dari posisi komisaris utama Pertamina karena dianggap tidak cukup ahli. Menurut Novel, Pertamina belum terlambat untuk menyelamatkan perusahaan dari kerugian yang lebih besar.
"Untuk itu tidak ada kata terlambat dan segera agar Ahok dicopot karena jabatan yang diemban Ahok adalah jabatan strategis di obyek vital pemerintah yang harus dipegang ahlinya dan masih seabrek-abrek putra putri asli bangsa Indonesia yang cerdas serta bepengalaman, bahkan beraklak yang bisa menyelamatkan Pertamina dari kerugian selanjutnya dan tidak membuat gaduh bangsa indonesia ini," kata dia.
Tindakalanjuti kritik Ahok
Pertamina menyatakan akan menindaklanjuti kritikan internal dari Ahok mengenai perbaikan manajemen.
“Sebagai Komisaris Utama masukan yang telah disampaikan beliau (Ahok) baik melalui rapat rutin setiap minggunya maupun channel komunikasi lainnya telah menjadi perhatian manajemen untuk ditindaklanjuti,” kata Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman kepada Antara.
Fajriyah juga menjelaskan bahwa Pertamina menghargai pernyataan Ahok sebagai komisaris utama yang memang bertugas untuk pengawasan dan memberikan arahan.
Hal ini juga sejalan dengan restrukturisasi dan pembenahan yang sedang dijalankan direksi agar perusahaan menjadi lebih cepat, lebih adaptif, kompetitif.
Upaya direksi Pertamina untuk menjalankan perusahaan sesuai prosedur, menjadi lebih transparan dan profesional telah konsisten nyata dilakukan, melalui penerapkan ISO 37001:2016 mengenai Sistem Manajemen Anti Penyuapan oleh Pertamina dan groupnya, kerja sama dengan PPATK dan juga institusi penegak hukum, serta pendampingan dengan KPK.
Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi berpendapat kritik dari Ahok dimaksudkan agar perusahaan migas negara tersebut lebih transparan.
“Saya rasa itu bukan membuka aib perusahaan, tapi bermaksud agar secara tata kelola perusahaan Pertamina agar lebih transparan kepada publik,” kata Fahmy.
Menurutnya, Ahok menyadari bahwa salah satu tugas sebagai komisaris utama adalah membasmi mafia migas di Pertamina. Dengan tata kelola yang lebih transparan diyakini dapat memagari mafia migas dalam berburu rente di Pertamina.
Terkait kritikan Kementerian BUMN, Fahmy menilai selama ini peran Kementerian BUMN cenderung sebagai kepanjangan tangan kelompok kepentingan dan endorser dalam menempatkan Komisaris dan Direksi BUMN.
“Bahkan endorser itu lebih powerful ketimbang penilaian kinerja dalam pengangkatan komisaris dan direksi BUMN. Sebagai ganti Kementerian BUMN yang dibubarkan perlu dibentuk Super Holding, yang membawahi berbagai holding BUMN dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden,” ujarnya.