Suara.com - Israel, Uni Emirat Arab, dan Bahrain telah menandatangani perjanjian damai di Gedung Putih, Amerika Serikat yang diperantarai oleh Donald Trump pada Selasa (15/9/2020).
"Penandatanganan hari ini menetapkan sejarah pada jalur baru," kata Donald Trump kepada hadirin di luar Gedung Putih, disadur dari The Guardian, Rabu (16/9/2020).
"Ini hari yang luar biasa bagi dunia," kata Trump.
Ketiga negara tersebut sepakat untuk menjalin hubungan formal, mengakhiri tabu yang telah berlangsung selama puluhan tahun dalam diplomasi Arab.
Baca Juga: Mulai Jumat, Israel Terapkan Lockdown Nasional Selama Tiga Minggu
Setelah menyambut perdana menteri Israel, Benjamin Netanyahu pada hari Selasa, Trump mengatakan "lima atau enam" negara lain hampir membuat kesepakatan serupa dengan Israel, tetapi tidak menyebutkan nama mereka.
"Saya pikir Israel tidak lagi terisolasi," ujar Trump.
Kedua pimpinan negara tersebut berusaha memanfaatkan perubahan regional sambil menghadapi kecaman domestik atas penanganan pandemi virus corona mereka.
Hanya beberapa orang di antara puluhan hadirin pada momen tersebut yang memakai masker.
Dengan menandatangani "perjanjian damai", kedua pemimpin yang diperangi ini dapat membanggakan kemenangan kebijakan luar negeri yang signifikan bahkan saat frustrasi menjalar di dalam negeri.
Baca Juga: Normalisasi Hubungan, Uni Emirat Arab akan Buka Kedutaaan di Israel
Selain Netanyahu, Donald Trump juga menjamu menteri luar negeri UEA dan Bahrain, Sheikh Abdullah bin Zayed Al Nahyan dan Abdullatif bin Rashid Al Zayani, di Halaman Selatan Gedung Putih.
Mengacu pada tiga agama monoteistik, "kesepakatan Abraham" Trump akan membangun bisnis terbuka, penerbangan langsung, dan hubungan diplomatik.
Namun, mereka gagal mencapai kesepakatan perdamaian penuh karena ketiga negara tersebut telah mempertahankan hubungan informal yang signifikan dan belum berperang.
Isi perjanjian tidak banyak bicara tentang konflik antara Israel-Palestina, yang telah menjadi penghalang kemajuan diplomatik hingga sekarang.
Para pihak berkomitmen hanya untuk "melanjutkan upaya untuk mencapai resolusi yang adil, komprehensif, dan langgeng".
Tidak disebutkan penangguhan rencana Israel untuk mencaplok Tepi Barat, yang telah dielu-elukan oleh UEA sebagai keuntungan besar dari kesepakatannya.
Perjanjian damai antara Israel-UEA memiliki lampiran substansial tentang berbagai cara kedua negara ingin menjadi lebih dekat, baik secara diplomatik dan ekonomi.
Sedangkan perjanjian Israel-Bahrain jauh lebih sedikit, dengan sedikit substansi selain komitmen yang dinyatakan untuk membangun hubungan diplomatik.
Terlepas dari itu, Donald Trump menyebut kesepakatan tersebut sebagai perjanjian antara negara-negara yang berperang.
"Bahkan Bibi lelah dengan perang," candanya dalam pertemuan dengan Netanyahu, menggunakan nama panggilan pemimpin Israel tersebut.
Trump akan maju dalam pilpres pada 3 November dan mencari dukungan dari kelompok pro-Israel, dan evangelis Kristen.
Israel berharap negara-negara Teluk lainnya, seperti Oman dan Arab Saudi, juga akan menandatangani kesepakatan berdasarkan keprihatinan bersama tentang pengaruh militer Iran yang meningkat.
Israel, yang menganggap Iran musuh bebuyutannya, telah membom pasukan Iran di Suriah. Arab Saudi, sementara itu, bersaing dengan Iran untuk dominasi regional.
"Israel tidak merasa terisolasi sama sekali," kata Netanyahu pada hari Selasa sambil duduk di samping Trump sebelum upacara.
"Kami menikmati kemenangan diplomatik terbesar dalam sejarahnya. Saya pikir orang-orang yang merasa terisolasi adalah para tiran di Teheran." ujar Netanyahu.
Netanyahu secara konsisten berargumen bahwa peran Israel yang paling banyak dikecam atas nasib jutaan rakyat Palestina tidak perlu dikaitkan dengan hubungan negaranya dengan dunia Arab.
Di bawah kesepakatan UEA, Netanyahu hanya setuju untuk "menangguhkan" tetapi tidak sepenuhnya meninggalkan ambisinya untuk mencaplok Tepi Barat yang diduduki.
"Pada akhirnya, kekuatan membawa perdamaian." ujar Netanyahu pada hari Selasa.