Suara.com - Kebijakan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan terkait dengan penarikan rem darurat masa transisi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Ibu Kota menuai pro dan kontra dari sejumlah kalangan.
Sejak keputusan ini diumumkan pada Rabu (9/9/2020) silam, beberapa pihak langsung buka suara dan melempar kritik.
Pasalnya, keputusan penarikan rem darurat tersebut dianggap tidak disertai dengan koordinasi secara menyeluruh.
Salah satu kritikan datang dari William Aditya Sarana, Politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
Baca Juga: Dua Hari PSBB DKI, 10 Perusahaan Ditutup Sementara
Dalam acara Indonesia Lawyers Club, Selasa (15/9/2020), Anggota DPRD DKI Jakarta Fraksi PSI ini mengkritisi keputusan Anies Baswedan yang dinilai tidak disertai dengan matangnya koordinasi.
Politisi muda ini membuka gagasannya dengan mengatakan bahwa kekompakan adalah kunci bagi negara kesatuan seperti Indonesia. Oleh sebab itu, koordinasi dirasa menjadi sebuah kebutuhan yang penting dan mendesak.
"Koordinasi sudah menjadi suatu hal yang sangat penting untuk dilakukan," ungkap William.
Melihat langkah Anies Baswedan tempo hari, William meyakini bahwa keputusan yang diambil Gubernur DKI tersebut pasti dilakukan tanpa koordinasi terlebih dahulu.
"Dilakukan tanpa koordinasi yang serius. Saya menilai dari apa yang dikatakan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil," tuturnya.
Baca Juga: Dua Hari Operasi Yustisi PSBB Jakarta, Terkumpul Rp 88 Juta Uang Denda
William menyinggung pernyataan Ridwal Kamil soal koordinasi yang ternyata baru dilaksanakan usai Anies mengumumkan bahwa DKI Jakarta menarik rem darurat PSBB.
"Mengatakan bahwa prescon yang pertama hari Rabu, terus koordinasinya baru dilaksanakan sesudahnya, Kamis, Jumat, Sabtu, dan Minggu secara intens," tegas William.
Menurut Politisi PSI ini, hal tersebut menyiratkan bahwa tidak adanya koordinasi menyeluruh yang dilakukan oleh Anies.
"Artinya kan tidak ada koordinasi ketika melakukan prescon yang pertama," jelasnya.
William lantas menganalogikan Jakarta layaknya sebuah mobil yang berjalan paling depan.
Menurutnya, sebelum mobil paling depan menarik rem darurat, maka seharusnya lebih dahulu memberikan aba-aba atau tanda baik berupa klakson atau lampu sign agar kendaraan lain bisa bersiap.
William menilai bahwa Anies tidak memberikan tanda-tanda sebagaimana mestinya.
"Saya melihat bahwa Gubernur Anies Baswedan tidak memberikan tanda-tanda itu," tutur William.
"Sehingga yang terjadi ketika rem ditarik adalah tabrakan beruntun di belakang," lanjutnya.
Lebih lanjut lagi, William mengambil contoh yakni keluhan yang diserukan oleh beberapa pejabat soal keputusan penarikan rem darurat PSBB di Ibu Kota.
Salah satunya adalah Airlangga Hartono, Menteri Koordinator Perekonomian yang mengatakan bahwa kebijakan PSBB Anies memuat IHSG turun.
"Pak Menko Perekonomian mengatakan IHSG turun karena kebijakan Pak Gubernur," ungkap William.
Selain itu, Anggota DPRD DKI Jakarta Fraksi PSI ini juga menyoroti sikap Wali Kota Bogor Bima Arya dan Wali Kota Bandung Ridwal Kamil.
"Lalu Pak Wali Kota Bogor yang mengatakan kebijakan PSBB belum jelas dan tadi Pak Gubernur awa Barat juga mengatakan bahwa prescon-nya haru Rabu, koordinasi intens-nya baru dilakukan Kamis, Jumat, dan Sabtu sehingga presscon harus diulang dan kebijakannya diganti," pungkas William.