Suara.com - Iran memperingatkan Amerika Serikat agar tidak membuat "kesalahan strategis" setelah Presiden Donald Trump mengancam negara Arab tersebut pada Senin (14/9/2020).
Trump dalam pernyataannya menyebut bakal membalas Iran dengan brutal menyusul laporan bahwa Teheran berencana membunuh Duta Besar (Dubes) AS di Afrika Selatan, Lana Marks.
Marks disebut-sebut jadi target pembunuhan oleh Iran sebagai tindakan balas dendam atas kematian Jenderal Qasem Soleimani.
Soleimani yang merupakan Pasukan Quds Garda Revolusi Iran, tewas dalam serangan drone yang diluncurkan AS di dekat Bandara Baghdad pada Januari lalu.
Baca Juga: Dorong Warga Ikut Pilpres AS, Michelle Obama Rilis Produk Lipstik Cair
"Kami berharap bahwa mereka tidak membuat kesalahan strategis baru dan tentunya dalam kasus kesalahan strategis, mereka akan menyaksikan tanggapan tegas Iran," kata juru bicara pemerintah Ali Rabiei dikutip dari Al Jazeera, Rabu (16/9/2020).
Hubungan Iran dan AS kembali memanas setelah sebuah laporan media AS, mengutip pejabat yang tidak disebutkan namanya, mengatakan dugaan persekongkolan Iran untuk membunuh Dubes AS untuk Afrika Selatan.
Rencana Iran itu, lanjut sumber tersebut, telah direncanakan sebelum pemilihan presiden (Pilpres) AS pada November.
"Menurut laporan pers, Iran mungkin merencanakan pembunuhan, atau serangan lain, terhadap Amerika Serikat sebagai pembalasan atas pembunuhan pemimpin teroris Soleimani," cuit Trump.
"Setiap serangan oleh Iran, dalam bentuk apapun, terhadap Amerika Serikat akan bertemu dengan serangan terhadap Iran yang akan 1.000 kali lebih besar!"
Baca Juga: Iran Diisukan Ingin Bunuh Dubes AS, Donald Trump Ancam Balasan Lebih Kejam
Hubungan antara Washington dan Teheran memburuk sejak Trump secara sepihak menarik diri dari kesepakatan nuklir internasional penting dengan Iran pada Mei 2018.
Washington mendorong untuk memperpanjang embargo senjata terhadap Iran yang mulai berakhir secara bertahap pada bulan Oktober serta memberlakukan kembali sanksi PBB terhadap Teheran.
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo pada Selasa bersumpah bahwa Washington akan mencegah Iran dari membeli "tank China dan sistem pertahanan udara Rusia" sebagai akhir dari embargo senjata PBB terhadap pendekatan Teheran.
Sementara Uni Eropa dan PBB tidak setuju dengan keputusan AS untuk menarik diri dari kesepakatan nuklir internasional pada 2018 dan memberlakukan kembali sanksi sepihak terhadap Iran.
"Kami akan bertindak dengan cara--dan kami telah bertindak--yang akan mencegah Iran untuk dapat membeli tank China dan sistem pertahanan udara Rusia dan menjual kembali senjata ke Hizbullah," kata Pompeo.
Hizbullah, sebuah gerakan yang didukung Iran, telah lama menjadi sasaran sanksi AS dan masuk daftar hitam sebagai organisasi "teroris".
Tetapi ia juga merupakan pemain politik yang kuat dengan kursi di parlemen di Lebanon, di mana presiden Prancis berupaya mendorong reformasi politik.