Suara.com - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengecam perbuatan sepasang suami istri berinisial IS (27) dan LH (25) yang tega menganiaya anaknya sendiri bernama Keysya (8) hingga tewas. Korban dianiaya karena sulit belajar secara online di tengah pandemi Covid-19.
Pasutri tersebut bahkan tega mengubur anaknya diam-diam dan tidak layak di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Gunung Kendeng, Kelurahan Cipalabuh, Kecamatan Cijaku, Kabupaten Lebak, Banten, untuk menghilangkan jejak kejahatannya.
Komisioner KPAI, Retno Listyarti menegaskan bahwa dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, kedua tersangka yang merupakan ibu dan ayah korban itu dapat diberikan hukuman pemberatan sepertiga dari tuntutan yang dijatuhkan.
"Ada ketentuan jika pelaku kekerasan adalah orang terdekat korban, maka pelaku bisa mendapat pemberatan hukuman sebanyak 1/3, dalam kasus ini tuntutan hukuman maksimal 15 tahun dan jika diperberat 1/3 menjadi 20 tahun," kata Retno kepada wartawan, Selasa (15/9/2020).
Baca Juga: Alasan Ziarah, Ibu Bawa Mayat Keysya Pakai Motor, Dikubur Tanpa Kain Kafan
Retno lantas mengingatkan kepada seluruh orang tua untuk senantiasa sabar membimbing anak-anaknya selama masa pembelajaran jarak jauh atau online dari rumah di tengah pandemi Covid-19.
Menurut dia, sebagai orang tua yang utama adalah bagaimana secara teratur mengajarkan anak-anaknya tanpa harus dituntut bisa semua mata pelajaran dan tugas untuk diselesaikan dengan benar atau sempurna.
"Kesabaran orangtua membimbing anak-anaknya belajar di rumah selama pandemi Covid-19 menjadi modal utama agar anak tetap semangat belajar dan senang belajar. Kalau tidak bisa mengerjakan selalu dibentak apalgi dipukul, maka sang anak malah akan mengalami kesulitan memahami pelajaran," jelasnya.
Disisi lain, Retno juga mengingatkan bahwa kekerasan yang dilakukan oleh orang tua terhadap anak dapat memengaruhi perkembangan emosi anak dan perilakunya yang buruk di kemudian hari.
"Sebagai contoh, anak kehilangan kemampuan untuk menenangkan dirinya, menghindari kejadian-kejadian provokatif dan stimulus yang memicu perasaan sedih dan marah, dan menahan diri dari sikap kasar yang didorong oleh emosi yang tidak terkendali," katanya.
Baca Juga: P19, Kejati DKI Pulangkan Berkas Perkara John Kei ke Polda Metro
Selain itu, Retno memastikan KPAI bakal melakukan koordinasi dengan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta untuk memenuhi hak pembelajaran terhadap adik kembar korban yang juga masih berusia 8 tahun.
KPAI, kata Retno, juga akan memastikan pengasuh pengganti adik korban selama kedua orangtuanya menjalani proses hukum.
"Selain itu, KPAI juga akan memastika saudara kembar korban mendapatkan rehabilitasi psikologis dari P2TP2A Provinsi DKI Jakrta, karena kemungkinan besar melihat peristiwa kekerasan yang dialami ananda korban," pungkasnya.