Suara.com - Pembacokan yang berujung kematian imam masjid di Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, Muhammad Arif, pada Jumat (11/9/2020, malam. Kemudian, penusukan terhadap ulama Syekh Ali Jaber di Bandarlampung pada Minggu (13/9/2020), sore, menyadarkan pentingnya memberikan pengamanan ekstra terhadap tokoh agama ketika sedang berdakwah.
Berbicara soal pengamanan ketika sedang berdakwah, Ustaz Hilmi Firdausi punya pengalaman menarik. Dalam Twitter @Hilmi28, dia bercerita pengalaman di sejumlah daerah·
"Kalau roadshow ke Jogja, biasanya teman-teman Kokam ikut mengawal kajian saya. Sepertinya mereka khawatir saya dikerjai orang gila. Jazakumullah khair sedulur-sedulur sholih," kata Hilmi Firdausi.
Kata "gila" yang diikatakan Hilmi barangkali sebagai sindiran agar pelaku penusukan terhadap Syekh Ali Jaber jangan langsung disimpulkan sebagai orang gila sehingga dikhawatirkan hal itu bisa mengaburkan proses hukum yang diharapkan berlangsung transparan dan tuntas.
Baca Juga: Syekh Ali Jaber Ditusuk, PBNU Minta Pelaku Dihukum Berat
Selain Komando Kesiapsiagaan Angkatan Muda Muhammadiyah, Hilmi juga sering dikawal laskar Front Pembela Islam agar terhindar dari gangguan “orang gila” ketika roadshow keliling Indonesia.
Dia menunjukkan foto ketika roadshow di Balikpapan.
Tetapi dia bilang di antara semua petugas yang pernah mengawal ketika sedang dakwah, "barisan emak-emaklah yang paling militan."
"Jangankan orang yang ngaku gila, orang yang gila harta dan jabatan pun bisa disikat sama emak-emak," katanya.
Hilmi Firdausi kembali menunjukkan foto barisan emak-emak yang dia maksud tadi. Foto itu diambil ketika dia mengisi kajian di rumah pendakwah Aa Gym.
Baca Juga: Istana: Ini Bukan Kriminalisasi Ulama, Syekh Ali Jaber Adalah Korban
"Tenang saja, di foto ini ada istri saya dan istri beliau," katanya.
Jangan mudah percaya
Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia Din Syamsuddin mengatakan polisi jangan mudah percaya dengan alasan gila dari pelaku penusukan Syekh Ali Jaber kemudian aparat tidak melanjutkan pengusutan kasus kekerasan terhadap ulama tersebut.
"Polri jangan terlalu mudah percaya dengan pengakuan orang tua pelaku bahwa pelaku sudah empat tahun mengalami gangguan kejiwaan," kata Din kepada wartawan (Antara).
Ia mengatakan terdapat kesaksian banyak pihak yang beredar luas di media sosial bahwa pelaku tidak gila, seperti sering bermain media sosial, muncul di tempat umum sebagai orang waras dan contoh lainnya.
Polisi, kata dia, jangan meremehkan kesaksian-kesaksian tersebut dan tidak boleh menganggap remeh.
"Tidaklah masuk akal sehat jika ada seorang gila merencanakan suatu perbuatan dengan mendatangi sebuah acara berpakaian rapih dengan sengaja membawa pisau dan kemudian menuju sasaran tertentu kecuali ia adalah seseorang yang waras dan patut diduga merupakan suruhan dari pihak yang memiliki tujuan tertentu," katanya.
Din mendesak Polri mengusut tuntas kasus penusukan itu dan menyingkap jika ada dalang di balik tindakan kekerasan itu.
"Kami meyakini bahwa tindakan penikaman itu adalah bentuk kriminalisasi terhadap ulama atau tokoh Islam dan dirasakan merupakan bagian dari skenario terorisasi terhadap ulama dan tokoh Islam," katanya.