Suara.com - Sebagian besar warga Bahrain menolak kesepakatan normalisasi hubungan antara negara mereka dengan Israel yang dijembatani oleh Amerika Serikat, pada Jumat (11/9/2020).
Menyadur Middle East Eye, Selasa (15/9/2020), keputusan itu membuat marah warga Bahrain, yang menyuarakan protes lebih vokal dibanding warga Uni Emirat Arab (UEA) yang lebih dulu menekan perjanjian normalisasi dengan Israel.
Maryam al-Khawaja, putri dari aktivis hak asasi manusia Abdulhadi al-Khawaja yang dipenjara, mengatakan mayoritas warga Bahrain selalu menentang penindasan seperti yang dilakukan Israel pada Palestina.
"Mayoritas rakyat Bahrain selalu menentang penindasan, pendudukan dan apartheid terhadap rakyat #Palestine"," kata Maryam.
Sementara mantan anggota parlemen Ali al-Aswad menyebut keputusan normalisasi hubungan dengan Israel sebagai "hari hitam dalam sejarah Bahrain".
"Anda akan diingatkan oleh sejarah atas dukungan Anda [terhadap] kolonialisme dan penjajahan," kata Ali.
Menteri Luar Negeri Bahrain Abdullatif bin Rashid Al-Zayani berdalih dengan mengatakan kesepakatan itu mewakili langkah bersejarah menuju perdamaian di Timur Tengah.
Di sisi lain, otoritas Palestina dan Hamas sama-sama mengutuk kesepakatan damai itu sebagai "tusukan lain di belakang" oleh pemerintahan negara Arab.
Partai oposisi al-Wefaq menyebut kesepakatan itu sebagai pengkhianatan total terhadap Islam dan Arabisme dan penyimpangan dari konsensus Islam, Arab, dan nasional.
Baca Juga: Tengah Duduk di BMW, Pria 33 Tahun Tewasi usai Didor 3 Kali
Hanan Ashrawi, anggota senior Organisasi Pembebasan Palestina, mengatakan dia "tersanjung dan berbesar hati" dengan dukungan dari Bahrain.