Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak ambil pusing komentar Indonesia Corruption Watch (ICW) yang menyebut bahwa gelar perkara atau ekspose kasus sengkarut Djoko Tjandra bersama Polri dan Kejaksaan Agung RI hanya sekedar pencitraan.
"Kami menghargai pandangan dari siapapun soal hal itu," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, Senin (14/9/2020).
Ali menyebut pengambilalihan suatu kasus bukan berdasarkan KPK berani atau tidak.
"Perlu kami sampaikan bahwa ini bukan soal berani atau tidak," ucap Ali.
Baca Juga: Gelar Perkara Kasus Djoko Tjandra, KPK: Tidak Singgung Petinggi Kejagung
Ali menjelaskan, bahwa semua terkait kordinasi maupun supervisi penanganan kasus bersama penegak hukum lain, harus sesuai kewenangan undang-undang.
Di mana kewenangan KPK harus mengikuti pasal 10A sesuai UU KPK Batu Nomor 19 Tahun 2019.
"Namun bagaimana cara berhukum yang benar adalah tentu ikuti aturan UU yang berlaku yang dalam hal ini ketentuan Pasal 6, 8, dan 10A UU KPK," ujar Ali.
Sebelumnya, peneliti ICW Kurnia Ramadhan menyebut bahwa undangan gelar perkara KPK bersama Kejaksaan Agung dan Polri hanya sebatas pencitraan belaka.
"Gelar perkara yang terkesan hanya dijadikan ajang pencitraan bagi KPK agar terlihat seolah-olah serius menanggapi perkara Djoko Tjandra," ucap Kurnia.
Baca Juga: Kejagung Kembalikan Berkas Kasus Djoko Tjandra Ke Bareskrim
Dalam gelar perkara bersama kejaksaan Agung dan Polri yang digelar di Gedung Merah Putih KPK pada Jumat (11/9/2020) lalu, KPK hanya mendengar perkembangan penanganan kasus itu.
KPK dinilai hanya memberikan masukan apa langkah-langkah yang harus dilakukan kedua penegak hukum itu. Lantaran dalam kasus Djoko Tjandra telah menyeret oknum penegak hukum kepolisian dan kejaksaan.
Dalam skandal Djoko Tjandra telah menyeret dua jenderal polisi dan petinggi di Kejaksaan Agung RI.
Untuk kasus surat jalan palsu alias surat sakti, Bareskrim Polri telah menetapkan Brigjen Prasetijo Utomo sebagai tersangka.
Sedangkan, Irjen Napoleo Bonaparte ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap penghapusan red notice, Djoko Tjandra.
Kemudian, Kejaksaan Agung juga telah menetapkan Jaksa Pinangki Sirna Kumalasari sebagai tersangka dalam kasus dugaan gratifikasi terkait pengurusan fatwa Mahkamah Agung.