Suara.com - Keputusan Gubernur Jakarta Anies Baswedan memberlakukan kembali PSBB total mulai 14 September 2020 sebagai salah satu langkah untuk merespon perkembangan Covid-19 yang kian mengkhawatirkan, bergulir menjadi isu politik panas.
Anies diserang oleh sejumlah kalangan, bahkan oleh politisi Partai Gerindra yang notabene kadernya menjadi wakil gubernur mendampingi Anies.
Menanggapi serangan terhadap Anies, mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera Tifatul Sembiring menilai kebijakan PSBB total yang diambil Anies sudah sesuai lingkupnya: ingin menyelamatkan warga Jakarta dari Covid-19 yang kian parah.
Dia mengingatkan jangan ada yang coba-coba mengadu kebijakan Anies dengan Presiden Joko Widodo.
Baca Juga: Daftar Daerah Zona Hijau di Indonesia Terlengkap
"Jangan diadu-adu dengan Presiden. Lagian wagubnya kan teman situ, coba tanya dulu..." kata Tifatul ketika mengomentari pernyataan politikus Gerindra yang ditulis media online dengan judul: Gara-gara PSBB dan Langkahi Presiden Jokowi, Waketum Gerindra Minta Anies Baswedan Dinonaktifkan.
Tifatul makin tak mengerti dengan sikap politikus Gerindra, setelah membaca berita media berjudul: Para Menteri Protes Kebijakan PSBB Jakarta, F-Gerindra DKI: Mereka Tidak Patuh Presiden.
Berita itu mengutip pernyataan Wakil Ketua I Fraksi Gerindra DPRD Jakarta S. Andyka yang mengatakan kalau para menteri kabinet Jokowi protes kebijakan Anies, itu tandanya mereka tak mematuhi Jokowi.
Tifatul mengatakan: "Lah, kemarin Pak Arief Puyuono bilang Anies Baswedan ngelangkahi Presiden. Sekarang bilang menteri-menteri tak tertib. Bingung aku..." kata Tifatul.
Jokowi dan Anies seirama
Baca Juga: Kandidat ke-10 dari China, Vaksin Covid-19 Semprot Masuk Uji Coba Tahap 1
Kebijakan Jokowi dan Anies dinilai seirama dalam menangani pandemi Covid-19.
Menurut analis dari lembaga Political and Public Policy Studies Jerry Massie langkah seirama kedua pemimpin merupakan good news.
"Program Anies juga baik mulai dari PSBB sampai ke goverment policy yang lain," kata Jerry kepada Suara.com.
Jerry menyebut hal itu sebagai langkah tepat baik dan Jerry menyebutnya sinergitas birokrasi antara pusat dan daerah.
"Saya lihat konsep Jokowi apalagi statement beliau yang getol fokus ke penanganan Covid-19 ketimbang investasi maupun sektor ekonomi. Nah sekarang perlu istilah time has changing, bagaimana mendukung kebijakan daerah apalagi ini ibu kota," kata Jerry.
Dengan pemberlakuan PSBB super ketat di Jakarta mulai 14 September, berarti pemerintah mengutamakan keselamatan jiwa atau kesehatan di atas kepentingan ekonomi.
Jerry mengatakan langkah-langkah Jokowi dan Anies patut diapresiasi.
"Kiranya komunikasi dan sinergitas antara pemerintah pusat dan daerah, khususnya DKI Jakarta seirama, searah dalam mengatasi pandemi corona. Jangan lihat siapa yang salah dan benar semua untuk Indonesia. Saya nilai langkah positif kenapa dibully adapula yang menyatakan Anies (lebih baik) dipecat. Saya pertanyakan kewarasan otak kita. Kalau bagus dukunglah. Jangan dibully," kata Jerry.
Menurut pandangan sosiolog dari Universitas Ibnu Chaldun, Musni Umar, kebijakan pemberlakuan kembali PSBB total yang diputuskan Anies patut didukung.
"Berharap rumah ibadah tidak ditutup karena dalam darurat corona masyarakat harus banyak berdoa kepada Allah dan fakta menunjukkan masjid misalnya bisa menerapkan protokol kesehatan secara ketat dan tidak menjadi pusat penularan corona," kata dia.
Musni Umar mengaku sebenarnya sedih PSBB total kembali diberlakukan karena dampak ekonomi dan sosial sangat besar. Tetapi, dia tetap mendukung karena sudah tidak ada cara lain untuk lawan dan cegah corona yang sedang merajelela.
Ekonomi membaik, kesehatan yang baik
Dalam pengantar pada sidang kabinet paripurna mengenai Penanganan Kesehatan dan Pemulihan Ekonomi untuk Penguatan Reformasi Tahun 2021 di Istana Negara, Jakarta, Senin (7/9/2020), Jokowi mengingatkan jajarannya bahwa kunci dari ekonomi agar membaik adalah kesehatan yang baik.
”Kesehatan yang baik akan menjadikan ekonomi kita baik, artinya fokus kita tetap nomor satu adalah kesehatan, penanganan Covid-19, karena memang kuncinya ada di sini,” kata Jokowi dikutip dari situs Sekretariat Kabinet.
Untuk itu, Presiden Jokowi perintahkan jajaran Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi, Menteri Kesehatan serta TNI-Polri betul-betul agar yang berkaitan dengan urusan penanganan Covid-19 menjadi fokus sehingga ekonomi akan mengikuti.
”Sekali lagi kalau penanganan Covid-19 baik, protokol kesehatan baik, ekonominya akan juga membaik,” kata Jokowi.
Anies tarik tuas rem darurat
Mempertimbangkan perkembangan dampak penyebaran Covid-19 yang tak kunjung membaik, Gubernur Anies memutuskan kembali memberlakukan PSBB total seperti pada masa awal pandemi. PSBB total dan belum diketahui kapan berakhirnya karena Anies tidak menerangkan hal itu dalam konferensi pers di Balai Kota Jakarta, Rabu (9/9/2020), malam.
"Dengan melihat keadaan darurat ini nggak ada pilihan lain selain keputusan untuk tarik rem darurat. Artinya kita terpaksa berlakukan PSBB seperti awal pandemi, inilah rem darurat yang harus kita tarik, kita terpaksa kembali menerapkan pembatasan sosial berskala besar seperti pada masa awal pandemi dulu bukan lagi masa transisi tapi PSBB seperti awal dulu dan melakukan rem darurat dan semua kegiatan harus kembali dilakukan di rumah," kata Anies.
Anies menekankan keadaan sekarang sudah mengkhawatirkan. Keputusan kembali ke PSBB total merupakan langkah untuk menyelamatkan warga Jakarta.
Jika keputusan tidak diambil, Anies khawatir kapasitas tempat tidur dan ruang rawat rumah sakit khusus penanganan Covid-19 tak mampu menampung pasien lagi.
Jakarta memang mempunyai fasilitas kesehatan yang besar dengan 67 rumah sakit rujukan, jumlah dokter yang lebih banyak dibanding rata-rata rumah sakit di daerah lain, namun saat ini sudah melebihi ambang batas kerawanan sebesar 80 persen dari ketersediaan.
"Namun ambang batas sudah hampir terlampaui, dan tak lama lagi pasti akan over kapasitas," kata Anies.
Tercatat, berdasarkan data yang diterbitkan Dinas Kesehatan pada Rabu (8/9/2020), tempat tidur isolasi harian Covid-19 di 67 RS rujukan adalah sekitar 77 persen dari kapasitasnya saat ini sebanyak 4.456 tempat tidur (Antara).
Sementara itu, okupansi tempat tidur ICU mencapai 83 persen dari kapasitasnya sejumlah 483 tempat tidur.
Berdasarkan evaluasi dari pemerintah, Anies menjelaskan pembatasan itu perlu, karena jika berkaca pada kejadian saat Bulan Maret 2020 di mana Jakarta mulai menutup kegiatan, kasus Covid-19 melandai dan stabil saat PSBB.
Namun saat memasuki masa transisi, kasus kembali meningkat yang akhirnya mempengaruhi ketersediaan tempat tidur untuk isolasi ataupun untuk ICU khusus Covid-19.
"Bila situasi ini berjalan terus, tidak ada pengeraman maka dari data yang kita miliki ini, bisa dibuat proyeksi dalam waktu sekitar sebulan tempat tidur di RS akan penuh dan tidak akan bisa menampung pasien Covid-19 lagi," kata Anies.
Untuk tempat tidur unit perawatan intensif yang saat ini berjumlah 528 unit, bila kenaikan kasus terus berjalan dan meningkat drastis, maka diprediksi 15 September 2020 akan penuh jika tanpa pembatasan model PSBB Total. Meskipun mendorong peningkatan 20 persen seperti yang sedang dilakukan, hanya akan mengulur sampai 25 September 2020 jika tanpa PSBB total.
Sementara untuk tempat tidur isolasi, Anies menyebut pemerintah memprediksi akan habis tanggal 17 September 2020 jika tanpa pemberlakuan pembatasan model PSBB total. Jikapun menambah kapasitas tempat tidur menjadi 20 persen, tempat tidur isolasi RS di Jakarta akan penuh oleh pasien Covid-19 pada 6 Oktober 2020.
"Ya memang dalam jangka pendek kita akan meningkatkan jumlah tempat tidur, kalau enggak pembatasan ketat ini hanya ulur waktu rumah sakit akan kembali penuh dalam sebulan," kata dia.
Dengan ketersediaan tempat tidur isolasi dan ICU yang terpengaruh oleh rataan kasus positif Covid-19 atau positivity rate sebesar 13,2 persen atau di atas ketentuan aman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di bawah angka lima persen, dan perkembangan angka kematian, akhirnya DKI Jakarta memutuskan untuk memberlakukan PSBB total.
Angka rataan kasus positif (positivity rate) Covid-19 di Jakarta adalah 13,2 persen atau di atas ketentuan aman Organisasi Kesehatan Dunia di bawah angka lima persen.