Suara.com - Pada Rabu (9/9/2020), malam, Gubernur Jakarta Anies Baswedan mengumumkan pencabutan pembatasan sosial berskala besar transisi dan pemberlakuan PSBB total mulai 14 September 2020.
Keputusan tersebut mendapatkan protes dari sejumlah kalangan, terutama Fraksi Partai Solidaritas Indonesia di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jakarta.
"Fraksi PSI mencatat 10 kesalahan Gubernur Anies Baswedan dalam menangani Covid-19, mulai dari telatnya melakukan swab hingga contact tracing per kasus yang terlalu sedikit," kata Ketua DPP PSI Tsamara Amany Alatas melalui akun Twitter @TsamaraDKI.
PSBB total diberlakukan seperti pada masa awal pandemi setelah Jakarta memperpanjang PSBB transisi sebanyak lima kali.
Fraksi PSI memberikan sepuluh catatan kritis untuk Anies dalam menangani pandemi Covid-19 .
Pertama, pemerintah provinsi dinilai terlambat melakukan tes swab.
Pada 3 Maret 2020, Anies pernah menyatakan Jakarta dalam situasi genting. Tetapi, ketika PSI melakukan inspeksi mendadak ke laboratorium Dinas Kesehatan pada pertengahan Maret 2020, mereka menemukan pemerintah provinsi belum menyiapkan fasilitas untuk tes swab dan akhirnya baru melayani tes swab pada awal April 2020.
Kedua, contact tracing hanya enam orang per kasus.
Penelusuran kontak yang dilakukan PSI hanya untuk satu kasus di Jakarta, hanya mencapai enam orang. Padahal idealnya, harus melakukan contact tracing 20-30 orang per kasus.
Baca Juga: WNI Ditolak 59 Negara, Refly Harun: Bukan Salah Anies, Tapi Jokowi
Ketiga, penumpukan penumpang akibat kelangkaan transportasi umum.