Kritik Buat Anies Baswedan: Semoga Bukan Kejar Tayang Talkshow Rem Darurat

Siswanto Suara.Com
Sabtu, 12 September 2020 | 11:30 WIB
Kritik Buat Anies Baswedan: Semoga Bukan Kejar Tayang Talkshow Rem Darurat
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (11/9/2020). [Suara.com/Fakhir Fuadi Muflih]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Usai memperpanjang pembatasan sosial berskala besar transisi sebanyak lima kali, pada Rabu (9/9/2020), malam, akhirnya Gubernur Jakarta Anies Baswedan mencabut tuas rem darurat dan mengembalikan lagi pemberlakuan PSBB total seperti awal pandemi Covid-19. Salah satu pertimbangan Anies adalah keselamatan warganya.

Keputusan Anies mencabut PSBB transisi dan memberlakukan PSBB total mendapatkan tanggapan kritis dari  Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia Yunarto Wijaya

"Terkait dengan kebijakan DKI, saya pribadi percaya dengan data-data yang dibacakan Anies pada saat konpers, tanpa itupun kita tahu banyak data berseliweran di socmed dan media kenaikan angka di Jakarta mengkhawatirkan. Saya sepakat perlu ada pengetatan," kata Yunarto.

Catatan kritis Yunarto yang pertama, pemerintah provinsi harus mengevaluasi apakah penegakan pada masa PSBB transisi sudah benar-benar dilakukan?

"Jelas kok didepan mata kepala kita sendiri, di resto-resto atau kaki lima, protokol kesehatan hanya jadi lipstik, kerumunan (termasuk saat olahraga hari minggu) dah jadi hal yang seakan normal," kata Yunarto.

Menurut Yunarto hal itu penting sekali sehingga PSBB total yang segera diberlakukan pekan depan tidak mengngulang "kebocoran" pada saat PSBB transisi yang diperpanjang sampai lima kali. Protokol kesehatan akan jalan apabila payung hukum (baca PSBB) diterjemahkan jadi enforcement, dan enforcement akan berjalan ketika insentif buat warga diberikan.

"Dan dengan segala hormat, di pandangan saya pribadi kelemahan Anies selama ini (bukan hanya dalam urusan Covid) adalah terkait implementasi kebijakan, walau selalu kuat dari sisi konsep (apalagi ketika mempresentasikannya).. Dan ini membutuhkan kerjasama dengan pihak lain," kata dia.

Berangkat dari persoalan tersebut, kritik kedua Yunarto adalah -- berdasarkan info yang Yunarto dapatkan -- keputusan PSBB total tidak dikoordinasikan sama sekali dengan stakeholder lain, baik pemerintah pusat atau kepala daerah lain, padahal konsekuensi dari kebijakan tersebut berefek ke multi sektor dan lintas wilayah.

"Contoh konkret; ketika PSBB diberlakukan kembali, ada kompensasi yang harus diberikan oleh negara terhadap warga terdampak, salah satunya, bansos, pemprov pasti butuhkan dukungan anggaran dari kemensos untuk pastikan warga yang "dipaksa" di rumah teringankan dampaknya. Itu yang namanya insentif," kata Yunarto.

Baca Juga: Pandemi Bikin Adaptasi Digital Masyarakat Makin Cepat

Contoh lain yang disebutkan Yunarto, pemerintah provinsi dan  pemerintah pusat juga bisa merumuskan insentif buat industri terdampak (bisa dalam bentuk apapun) sehingga peluang terjadinya lay off bisa lebih kecil. Sebab, kata Yunarto, tugas negara selain menjaga keselamatan warganya, juga bertanggungjawab terhadap kelayakan hidupnya saat pandemi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI