Menteri Luar Negerinya Soekarno dan Soeharto Lebih Unggul dari Era Jokowi

Siswanto Suara.Com
Jum'at, 11 September 2020 | 06:39 WIB
Menteri Luar Negerinya Soekarno dan Soeharto Lebih Unggul dari Era Jokowi
Presiden Joko Widodo dan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi [suara.com/Kurniawan Mas'ud]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sejauh ini, diplomasi luar negeri Indonesia dinilai paling lemah. Salah satu buktinya, sekarang (di tengah pandemi Covid-19) ada 59 negara yang melarang WNI masuk ke negara mereka, di antaranya Jepang, UEA, Australia, Amrerika Serikat, Finlandia, dan Malaysia.

Analis politik dari Political and Public Policy Studies  Jerry Massie menyebut perkembangan tersebut menunjukkan hal yang miris. Menurut dia beda halnya dengan era Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto yang punya diplomat ulung.

"Banyak korban di luar negeri contoh pembantaian terhadap ABK (anak buah kapal) Indonesia oleh warga Cina. Seperti tiga ABK yang dibuang ke laut di kapal Longxing. Tapi punisment atau ganti rugi seperti apa tak jelas. Kita tak berani berbuat apa-apa," kata Jerry kepada Suara.com, Kamis (11/9/2020).

Kemudian menurut data jaringan buruh migran, sepanjang 2017, ada sekitar 217 tenaga kerja Indonesia yang meninggal di luar negeri. Mereka meninggal banyak di antaranya karena dianiaya dengan palu, disiram dengan air panas, dan kekerasan lain.

Tapi sejauh ini, menurut pandangan Jerry, penyelesaian masalah tersebut tak pernah tuntas.

Diplomat ulung

Salah satu diplomat ulung asal Manado Lambertus Nicodemus Palar yang memperkenalkan Indonesia di Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Selain Palar, ada pula diplomat ulung lainnya. Sebut saja Soedarsono (wakil RI di India) dan
Alexander Andries Maramis (Menteri Luar Negeri Pemerintahan Darurat Republik Indonesia ) serta Soemitro Djojohadikoesoemo.

Kebetulan Soemitro waktu itu sedang berada di New York lantaran diundang Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru.

Palar dan delegasi RI lainnya menghadiri Konferensi Inter-Asia di New Delhi pada 20-23 Januari 1949 yang khusus membahas persoalan Indonesia.  Forum sepakat meminta PBB untuk secepatnya turun-tangan.

Baca Juga: Disentil Jokowi, Menpora Segera Benahi Sistem Pembinaan Olahraga Nasional

Palar sendiri terus melobi PBB di New York dan di berbagai kesempatan. Harry Poeze dalam buku Di Negeri Penjajah: Orang Indonesia di Negeri Belanda 1600-1950 (2008) mencatat bahwa atas desakan-desakan itu, Dewan Keamanan  PBB menyerukan kepada pihak-pihak yang bertikai agar meletakkan senjata.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI