Suara.com - Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Jakarta Arifin mengatakan petugas sudah menerapkan sanksi progresif bagi pelanggar ketentuan pembatasan sosial berskala besar.
Arifin menjelaskan denda progresif tersebut dimasukkan melalui aplikasi Jak APD. Kemudian, untuk sanksi progresif tersebut, mengacu pada Peraturan Gubernur Nomor 79 Tahun 2020.
"Ya itu (denda progresif) sudah mulai berjalan karena aplikasinya sudah jalan. Jak APD yaitu Jakarta awasi peraturan daerah," kata Arifin di Balai Kota Jakarta, Kamis (10/9/2020).
Kendati demikian, Arifin menyampaikan saat ini belum ada pelanggar perorangan ataupun sektor usaha yang mendapatkan sanksi progresif karena data pelanggar sebelumnya belum diinput pada aplikasi Jak APD.
Baca Juga: Perusahaan Nakal Paksa Masuk Karyawan saat PSBB Total, Lapor Kesini
"Belum ada yang kena pelanggaran progresif. Yang mulai diberlakukan itu ketika orang melakukan pelanggaran itu diinput ke Jak APD. Jadi sekian ratus ribu itu melakukan pelanggaran masker itu tidak bisa dimasukkan ke dalam sistem aplikasi Jak APD. Karena aturannya yang baru ini (Pergub) 79 dengan Jak APD. Yang sebelumnya tidak berlaku itu," katanya.
Arifin menambahkan hingga saat ini sudah ada sekitar 10 ribu pelanggar yang terinput dalam aplikasi Jak APD. Sehingga seterusnya jika data pelanggar tersebut melakukan pelanggaran yang sama akan dilakukan sanksi progresif.
Arifin menyampaikan, data pelanggar yang diinput ke dalam aplikasi Jak APD hanya pelanggar perorangan yang kedapatan tidak mengenakan masker.
"Lebih kurang di atas 10 ribu pelanggar. Jadi masker yang kita masukkan data," kata dia.
Gubernur Jakarta Anies Baswedan resmi menginjak rem darurat yang mencabut kebijakan PSBB transisi dan mengembalikannya kepada kebijakan PSBB yang diperketat.
Baca Juga: Kembali Bertambah, Pasien Positif COVID-19 Asal Bintan Meninggal Dunia
"Dengan melihat keadaan darurat ini di Jakarta, tidak ada pilihan lain selain keputusan untuk tarik rem darurat. Artinya kita terpaksa berlakukan PSBB seperti awal pandemi. Inilah rem darurat yang harus kita tarik," kata Anies dalam keterangan pers yang disampaikan di Balai Kota Jakarta, Rabu (9/9/2020), malam.
Anies mengatakan kebijakan itu diambil setelah Gugus Tugas Percepatan dan Penanganan Covid-19 Jakarta menggelar rapat pada Rabu (9/9). Saat itu, rapat dihadiri oleh Forum Pimpinan Komunikasi Daerah Jakarta.
Alasan Anies untuk mengambil keputusan tersebut bagi Jakarta, karena tiga indikator yang sangat diperhatikan oleh Pemprov DKI Jakarta yaitu tingkat kematian, ketersediaan tempat tidur isolasi dan ICU khusus Covid-19 dan tingkat kasus positif di Jakarta.
"Dalam dua pekan angka kematian meningkat kembali, secara persentase rendah tapi secara nominal angkanya meningkat kembali. Kemudian tempat tidur ketersediaannya maksimal dalam sebulan kemungkinan akan penuh jika kita tidak lakukan pembatasan ketat," kata Anies. [Antara]