Suara.com - Rapat paripurna pengesahan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (P2APBD) tahun 2019 diwarnai protes dan berujung walkout dari empat fraksi.
Tak hanya menolak laporan penggunaan anggaran dari Gubernur Anies Baswedan, tidak adanya pengeras suara atau microphone saat rapat untuk anggota dewan juga menjadi sorotan. Microphone hanya disediakan untuk pimpinan DPRD, pemapar, dan Anies.
Saat rapat berlangsung, para anggota dewan melakukan interupsi karena menganggap laporan dari Anies itu memiliki banyak kejanggalan. Namun mereka menyampaikan pendapatnya di ruangan yang cukup besar ini tanpa pengeras suara.
Otomatis anggota dewan harus agak berteriak dan bersuara kencang agar suara sampai ke seluruh ruangan. Bahkan karena tak kedengaran beberapa kali Ketua DPRD Jakarta Prasetio Edi Marsudi meminta suara dikencangkan.
Baca Juga: Laporan Raperda Ditolak Empat Fraksi DPRD, Anies Balas Pakai Pantun
Belakangan ketika empat fraksi sudah walk out, pantauan Suara.com, pegawai Sekretariat Dewan baru memberikan microphone tanpa kabel kepada anggota dewan yang ingin berbicara.
Sekretaris fraksi PSI DPRD Jakarta Anthony Winza Prabowo mengaku heran dengan pencopotan mic yang biasanya tersedia di meja tiap anggota dewan. Ia bahkan menduga ada pengaturan khusus atau settingan yang dibuat dalam rapat ini.
"Mikrophone-nya nggak ada. Baru kali ini saya lihat rapat paripurna, anggota dewan tidak diberikan mikrophone, dicabutin dari mejanya, satu per satu dipretelin. Saya nggak ngerti apakah ini setting atau apa," ujar Anthony di gedung DPRD, Senin (7/9/2020).
Menurutnya tidak boleh ada diskriminasi dalam pelaksanaan rapat terhadap anggota dewan. Sebab mereka semua, kata Anthony, dipilih juga oleh rakyat.
"Dalam arti, ada yang pakai mikrophone dan ada yang nggak, sama-sama wakil rakyat. Dan kenapa sampai segitunya sih dicabut mikrophonenya? Tolong dijawab gitu," jelasnya.
Baca Juga: Masih Didukung Lima Fraksi Lain, Laporan APBD Anies Disahkan DPRD
Ia juga mengaitkan hal ini dengan penularan corona. Sebab di saat pandemi ini, sangat tidak dianjurkan berteriak yang berpotensi mengeluarkan droplet atau percikan dari mulut.
"Hanya pimpinan, gubernur dan wagub di atas saja. Biasanya tiap satu meja ada satu. Kita lagi suasana Covid, enggak mungkin saya buka masker teriak-teriak interupsi," pungkasnya.
Sebelumnya, setelah melayangkan protes, empat fraksi DPRD DKI Jakarta memutuskan untuk walk out dari rapat paripurna pengesahan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) pertanggungjawaban pelaksanaan APBD (P2ABPD).
Fraksi PAN, PSI, Nasdem, dan Golkar menolak laporan penggunaan anggaran dari Gubernur Anies Baswedan.
Awalnya, ketika perwakilan Badan Anggaran (Banggar) DPRD DKI Jakarta Yuke Yurike selesai menyampaikan hasil pembahasan P2ABPD, Anggota fraksi Golkar Basri Baco melakukan interupsi.
Ia mengaku kecewa dengan Anies dan anak buahnya karena tidak menjalankan hasil reses anggota DPRD. Karena itu ia memutuskan untuk walk out dari rapat.
"Kami tidak melihat adanya niat baik dari eksekutif untuk menjalankan hasil reses. Karena itu fraksi Golkar izin untuk walkout," kata Baco di ruang rapat paripurna DPRD DKI, Senin (7/9/2020).
Setelah itu Baco dan anggota fraksi Golkar lainnya berjalan meninggalkan ruangan. Selanjutnya, Sekretaris Fraksi PAN DPRD DKI, Oman Rahman Rakinda juga menyampaikan kekecewaan dengan rapat paripurna ini dan meminta izin fraksinya untuk keluar dari ruangan rapat.
"Kami fraksi PAN kecewa dengan forum ini. Tidak boleh terjadi lagi setting forum seperti ini. Untuk itu izinkan kami fraksi PAN untuk meninggalkan ruangan ini," kata Oman.
Tak hanya Oman dan anggota fraksi, Wakil Ketua DPRD DKI Zita Anjani juga ikut berjalan meninggalkan ruang rapat paripurna.
Sekretaris Fraksi PSI DPRD DKI Jakarta Anthony Winza menganggap anggota dewan tidak diakomodir dalam memberikan pendapat di rapat paripurna. Ia juga menyatakan menolak laporan dari Anies itu.
"PSI juga menolak tentang pertanggungjawaban APBD 2019," pungkasnya.