China Hapus Bahasa Mongolia di Sekolah, Orangtua Lakukan Boikot Massal

Senin, 07 September 2020 | 17:17 WIB
China Hapus Bahasa Mongolia di Sekolah, Orangtua Lakukan Boikot Massal
Ilustrasi etnis Mongolia, Kamis (14/7/2016). [Antara]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Orangtua siswa etnis Mongolia di China Utara melakukan boikot massal setelah pemerintah China menghapus bahasa Mongolia sebagai pengantar di sekolah.

Menyadur CNN pada Senin (07/09/2020), pemerintah kini menggunakan bahasa Mandarin sebagai ganti bahasa Mongolia untuk tiga mata pelajaran di sekolah dasar dan menengah.

Kurikulum baru ini dianggap sebagai cara Partai Komunis untuk melakukan asimilasi etnis Mongolia yang kini jumlahnya mencapai 4,2 juta jiwa dan tersebar di seluruh Daerah Otonomi Mongolia Dalam.

Salah satu orangtua siswa yang menggunakan nama samaran Angba mengatakan langkah itu akan menyebabkan matinya bahasa Mongolia secara bertahap dan akan mengakhiri budaya Mongolia yang kini sudah memudar.

Baca Juga: Curhatan WNI di Natuna: Susah Air Bersih hingga Belajar Bahasa Mandarin

Etnis Mongolia menggelar protes wajib terkait kebiajkan bahasa Mandarin. (AFP/Byambasuren Byamba-Ochir)
Etnis Mongolia menggelar protes wajib terkait kebiajkan bahasa Mandarin. (AFP/Byambasuren Byamba-Ochir)

"Kami rakyat Mongolia semua menentangnya," kata Angba yang menolak mengirim anaknya ke sekolah dasar dalam aksi boikot massal.

"Saat bahasa Mongol mati, etnis Mongol kita juga akan hilang," kata pria umur 41 tahun ini.

Aksi ini lantas meluas dengan adanya petisi yang ditandatangai oleh 21 ribu orang dari 10 kabupaten yang meminta pemerintah daerah untuk membatalkan kebijakan tersebut.

Ada sekitar 196 petisi yang terkumpul dari kelompok hak asasi manusia di luar negeri, orang Mongolia di seluruh wilayah dari musisi hingga anggota legislatif lokal.

Di ibu kota wilayah Hohhot, lebih dari 300 karyawan di stasiun televisi regional juga menandatangani petisi tersebut, kata seorang sarjana Mongolia perantauan yang telah berhubungan dekat dengan penduduk setempat.

Baca Juga: Soal Bahasa Mandarin di Madrasah Aliyah, Ini Alasan Menteri Agama

Sementara itu, pihak berwenang membela penerapan kurikulum standar yang dilengkapi dengan buku teks China yang disusun dan disetujui oleh pembuat kebijakan di Beijing tersebut.

Mereka mengatakan keputusan ini akan meningkatkan jalur siswa minoritas ke pendidikan tinggi dan pekerjaan.

Bagi para kritikus, kebijakan tersebut sangat mirip dengan langkah-langkah yang diterapkan di wilayah Tibet dan Xinjiang, di mana bahasa Mandarin telah menggantikan bahasa etnis minoritas sebagai bahasa pengantar di sebagian besar sekolah.

Di Weibo, Twitter versi China, beberapa pengguna etnis Han telah berbicara sebagai simpati atas penderitaan Mongolia Dalam untuk melindungi bahasa ibunya. Beberapa warga di negara tetangga Mongolia juga melakukan aksi solidaritas.

Pada Kamis, kementerian luar negeri China menolak laporan protes di Mongolia Dalam sebagai spekulasi politik dengan motif tersembunyi.

"Bahasa lisan dan tulisan umum nasional adalah simbol kedaulatan nasional. Merupakan hak dan kewajiban setiap warga negara untuk belajar dan menggunakan bahasa lisan dan tulisan umum nasional," kata juru bicara Hua Chunyin.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI