Suara.com - Pendakwah Felix Siauw mengkritik pernyataan Menteri Agama Fachrul Razi soal paham radikalisme di Indonesia. Sikap pemerintah dinilai lebay. Menurut dia, ada masalah lain yang lebih substansial dan laik mendapat perhatian lebih.
Felix Siauw mengatakan, sejak beberapa tahun terakhir, pemerintah membingkai opini seakan-akan radikalisme di Indonesia sedemikian mengerikan. Padahal, menurut Felix Siauw, hal itu sekadar akal-akalan mereka saja.
“Saya pengen temen-temen tahu saat kabinet (Jokowi) dilantik, ada satu keanehan yang sangat besar, apa itu? Ada beberapa menteri—kalau saya tak salah tiga atau empat yang dilantik dan diamanatkan khusus untuk memerangi radikalisme. Seolah-olah radikalisme ini hal yang sangat bahaya,” ujar Felix seperti dinukil Hops.id--jaringan Suara.com--dari video berjudul ‘4 Poin Menjawab Tuduhan Pola Radikalisme’ di saluran Youtube resminya, Senin (7/9/2020).
“Buktinya apa? Ya buktinya radikalisme lebih banyak disinggung dari yang lain, misalnya korupsi, hak asasi manusia, dan inovasi-inovasi yang bisa dilakukan untuk memajukan negeri,” sambungnya.
Baca Juga: Ustaz Felix Siauw: Curigain Good Looking yang Suka ke Masjid Itu Jahat Pak
Felix menilai, seperti yang telah disinggung di awal, ketakutan pemerintah itu terlalu berebihan. Padahal, ada atau tidak ada radikalisme, kondisi Indonesia sama saja, alias tak ada perubahan. Lantas, apakah Tanah Air bisa maju tanpa kehadiran paham tersebut? Nyatanya, kata dia, tidak juga.
“Jadi intinya, yang bisa kita lihat dari kabinet saat pertama dibentuk, yaitu yang menjadi perhatian utama adalah radikalisme. Seolah-olah tanpa ada radikalisme ini, Indonesia bisa meroket (maju), tiba-tiba ekonomi bisa meroket, gitu ya? Seolah-olah kalau ada radikalisme, Indonesia bisa hancur dalam waktu dekat,” terangnya.
Felix Siauw pun heran dengan perkataan Menag Fachrul yang secara tegas mengatakan, pembawa paham radikal rata-rata bertampang rupawan, mahir bahasa Arab, dan pandai menghafal Alquran. Padahal, apa yang Menag sebutkan, merupakan ciri orang Islam yang benar.
“Apa standar radikalisme itu? Apakah standarnya mereka yang mendukung 212? Atau standarnya karena tak mendukung dan bertentangan dengan kamu? Atau standarnya justru karena ganteng (good looking)? Kalau kamu enggak bisa melawan dengan argumen, kamu enggak bisa sebut orang lain itu radikal.”
“Jadi standarnya apa? Ini penting. Kenapa penting? Karena kalau enggak ada standar ini bakal jadi bola liar. Siapapun yang enggak disenengin, kalau orang itu punya kekuasaan, pasti bakal dituduh radikal. Lagian kenapa harus orang muslim, kenapa enggak (agama) yang lain?” kata dia.
Baca Juga: Belakangan Ucapannya Bikin Geger, Intip Koleksi Mobil Menag Fachrul Razi