Suara.com - Calon Wakil Wali Kota Tangerang Selatan Rahayu Saraswati angkat bicara pasca cuitan "paha mulus calon wakil walikota Tangsel" yang ditulis politikus Parta Demokrat Panca Laksana. Saras menganggap hal tersebut masuk ke dalam kategori pelecehan meskipun hanya melalui sebuah tulisan di media sosial.
Saras kemudian mencoba menjelaskan bagaimana pelecahan seksual itu bisa terjadi walaupun tanpa diucapkan.
"Pelecehan seksual dalam bentuk verbal melalui tulisan yang diunggah di medsos tetap sebuah pelecehan," kata Saras dalam akun Facebook resminya yang dikutip Suara.com, Senin (7/9/2020).
"Jika ibu anda yang dibicarakan bagian tubuhnya, apakah anda akan merasa tenang-tenang saja? Kalau iya, selesai pembicaraan, bisa stop di sini karena nggak akan nyambung kita," tambah Saras mengingatkan.
Baca Juga: Soal Kasus Pelecehan, Rahayu Saraswati: Di mana Para Hakim Maha Suci?
Logika Saras ketika membaca cuitan Panca ialah akibat unggahan foto yang menampilkan dirinya tengah lari pagi dengan mengenakan celana pendek, pakaian yang lazim digunakan ketika orang sedang berolahraga.
Menurutnya, penggunaan pakaian perempuan tidak bisa menjadi alasan timbulnya pelecahan seksual. Ia memperlihatkan sebuah pameran di Belgia.
Di sana ditunjukkan pakaian para penyintas kekerasan seksual yang digunakan ketika kejadian menyeramkan itu terjadi. Sebagian besar pakaian-pakaian yang digunakan korban justru cenderung tertutup.
"Bagaimana dengan kasus-kasus kekerasan di mana perempuan menggunakan baju yang sangat sopan tetap mengalami kekerasan tersebut?," tanyanya.
Saras pun menilai dirinya memiliki hak dalam berpakaian meskipun ia tidak bisa menghakimi pendapat orang. Tetapi Sara mengingatkan bahwa hak dalam menilai pakaian orang itu bukan disalahartikan kemudian bisa melecehkan.
Baca Juga: Viral Cuitan Paha Mulus, Sara Keponakan Prabowo Buka Peluang Lapor Polisi
"Hak dia adalah berpakaian sesuai dengan keinginannya dan hak orang lain untuk menghormati dan tidak melecehkannya. Tetapi rupanya masih banyak orang yang lebih senang menyalahkan korbannya dibanding menanyakan akhlak pelaku yang menghakiminya."