Suara.com - Klaster baru Virus Corona atau Covid-19 mulai bermunculan di sejumlah pemukiman, seperti di kawasan Muaro Bodi, Kecamatan IV Nagari di Kabupaten Sijunjung, Provinsi Sumatera Barat.
Wilayah tersebut kini telah menjadi klaster baru penyebaran Covid-19, lantaran meninggalnya seorang warga berinisial LM, berusia 68 tahun yang terkonfirmasi Covid-19 pada 26 Agustus 2020 silam.
Tak disangka, virus berbahaya yang kali pertama mewabah di Kota Wuhan, China tersebut kemudian menginfeksi 17 warga Muaro Bodi.
Wali Nagari Muaro Bodi Hendri Yandi menjelaskan, 15 dari 17 warganya yang positif Covid-19 tersebut melakukan isolasi mandiri.
Baca Juga: Dear Warga Banten, Ada 3.000 Orang Positif Corona di Daerah Kalian
Sedangkan, dua orang lainnya dibawa ke Padang dan satu di antaranya diketahui dalam kondisi hamil.
Masalah yang dihadapi ke 15 warga tersebut ternyata masih berlanjut. Lantaran mereka yang menjalani isolasi mandiri di rumah kebingungan.
Mereka tidak menerima penjelasan yang lengkap dari Gugus Tugas Covid-19 Sijunjung, maupun perangkat daerah terkait, seperti Dinas Kesehatan.
Bahkan tokoh masyarakat Muaro Bodi, Edi Ramora yang istri, anak, dan saudara istrinya dinyatakan positif Covid-19, mengaku belum percaya tiga keluarganya itu terinfeksi Virus Corona.
Namun, anak, istri, dan saudara perempuan istrinya itu, tetap menjalani isolasi di sebuah rumah yang ada di samping rumahnya.
Baca Juga: Tahanan KPK Kena Corona, 2 Diisolasi di Rutan, Satu Dikirim ke RS Polri
Dia meminta Dinas Kesehatan atau pihak terkait untuk menunjukkan bukti bahwa keluarganya memang terinfeksi Corona. Sejauh ini, dia baru menerima penjelasan secara lisan.
“Selama ini yang kita dapat cuma informasi saja, tanpa melihat bukti medis atau bukti hasil labornya, padahal ini sangat penting. Sehingga tidak ada rasa keraguan atau rasa tidak percaya masyarakat pada informasi terkait Covid-19 ini,” ungkap Edi Ramora, pada Padangkita.com-jaringan Suara.com pada Senin (7/9/2020).
Contohnya, sambung Edi, jika dokter menyatakan seseorang mengidap penyakit, dokter tersebut memperlihatkan bukti penyakit itu pada pasien atau keluarga pasien melalui hasil pemeriksaan medis.
“Mana bukti hasil medisnya? Kenapa pada masalah Covid-19 ini tidak ada bukti pasti dari pihak terkait. Yang ada hanya sebuah vonis melalui lisan dan berbentuk informasi saja,” katanya.
Selain itu, dia juga kecewa dengan pemerintah daerah yang seperti tidak ada perhatian pada warga positif Covid-19 yang isolasi mandiri.
“Istri dan anak saya contohnya, saat ini mereka diisolasi, tetapi segala sesuatunya seperti vitamin, buah-buahan dan lainnya ternyata tidak ditanggung pemerintah, tapi ditanggung sendiri oleh keluarga,” ujar Edi.
Dia pun bingung, karena dari informasi yang diterimanya, kebutuhan pasien Covid-19 ditanggung oleh pemerintah.
Biaya Isolasi Mandiri
Sementara, sejak Sabtu (5/9/2020), anak, istri, dan saudaranya telah menjalani isolasi, tetapi sampai pagi tadi belum satupun petugas kesehatan atau pemerintah yang datang.
“Jadi, bagaimana yang sebenarnya soal pasien positif Corona ini, ditanggung biayanya saat isolasi mandiri oleh pemerintah atau memang biaya sendiri?” tanya Edi.
Terpisah, Juru bicara Gugus Tugas Covid-19 Sijunjung Rizal Efendi tak mau menanggapi soal biaya pasien isolasi.
“Tolong hubungi camat dan Dinkes ya,” katanya melalui pesan singkat WhatsApp.
Sementara Kadis Kesehatan Sijunjung Ezwandra menyatakan, soal hasil medis bisa diperlihatkan ke pasien atau keluarga pasien.
“Terkait hasil medis boleh dilihat oleh pasien karena memang itu hak mereka, namun soal yang bukan kewenangan Dinas Kesehatan (biaya isolasi mandiri) koordinasi dengan Kominfo,” katanya.