Suara.com - Profil Munir Said Thalib dikenal sebagai sosok pejuang Hak Asasi Manusia (HAM) yang telah menangani banyak kasus.
Meskipun kini Munir telah telah tiada, namun namanya masih dikenang sebagai pejuang kemanusiaan serta memberi inspirasi pada pemuda untuk melanjutkan perjuangannya dalam berbagai aksi. Berikut ini profil Munir Said Thalib yang perlu diketahui.
Latar Belakang Munir dan Pendidikan Munir
Munir Said Thalib lahir di Malang, Jawa Timur dari pasangan Said Thalib dan Jamilah pada 08 Desember 1965.
Baca Juga: Kenang Munir, Komnas HAM Usul 7 Sep' Jadi Hari Perlindungan Pembela HAM
Kelahirannya tersebut selang beberapa bulan setelah huru-hara tragedi yang melahirkan Orde Baru.
Masa kecil Munir dihabiskan di Kota Batu, Malang. Dirinya mengenyam pendidikan dasar di SD Muhammadiyah 4 Batu.
Sebagai seorang pelajar, prestasi Munir sebenarnya tidak terlalu menonjol. Meski demikian, karena keuletannya Munir dengan cepat dapat menyelesaikan pendidikan.
Ketika Munir duduk di bangku kelas 6 SD, Ayah Munir meninggal dunia. Kepergian Ayahnya tersebut menjadikan Munir fokus membantu kakaknya, Mufid Said Thalib, berjualan sepatu dan sandal di Pasar Batu.
Setelah lulus SD, Munir melanjutkan ke SMP Negeri 1 Batu. Di sekolah inilah Munir dikenal oleh para guru sebagai sosok yang pemberani dan tidak segan membela teman-temannya yang lemah ketika dijahili oleh yang lain meski tubuhnya kecil dan kerempeng.
Baca Juga: Profil Donny Saragih, Eks Dirut TransJakarta yang Sempat Buron
Kemudian Munir melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri 1 Kota Batu. Setelah lulus, Munir melanjutkan pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (Unibraw).
Dari sinilah bakat-bakat kepemimpinan Munir mulai terasah ketika dirinya aktif di beberapa organisasi kampus.
Bahkan dirinya pernah menjadi Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Hukum Unibraw pada 1998 dan Koordinator Wilayah IV Asosiasi Mahasiswa Hukum Indonesia.
Tahun 1990, setelah lulus dari Universitas Brawijaya, Munir meniti karirnya sebagai Ketua LBH Surabaya Pos Malang.
Selanjutnya dirinya menjabat Koordinator Divisi Perburuhan dan Divisi Hak Sipil Politik LBH Surabaya, Direktur LBH Semarang.
Dan pada akhirnya dirinya menjabat berbagai posisi di YLBHI, termasuk jabatan terakhir sebagai Wakil Ketua Dewan Pengurus YLBHI.
Diracun
Karena kecintaannya terhadap ilmu hukum, Munir memutuskan untuk melanjutkan studinya ke Amsterdam dan melanjutkan kuliah pascasarjana di Universitas Utrecht, Belanda.
Pesawat Garuda GA-974 yang ditumpangi Munir pun lepas landas dari Jakarta, pada 06 September 2004 pukul 21.55 malam WIB.
Namun dalam perjalanannya tersebut, Munir Said Thalib menghembuskan nafas terakhirnya di langit Rumania pada 07 September 2004.
Atau berjarak sekitar dua jam sebelum pesawat yang ditumpanginya mendarat di Bandara Schipol, Amsterdam.
Otoritas Belanda yang memeriksa jenazahnya kemudian menemukan adanya kandungan arsenik dalam tubuh Munir.
Setelah serangkaian persidangan dan penyelidikan dari pihak yang berwenang, pada 20 Desember 2005 pengadilan kemudian menjatuhkan vonis 14 tahun penjara kepada Pollycarpus Budihari Priyanto sebagai pelaku pembunuhan terhadap Munir.
Kini, setelah lebih dari 15 tahun kematiannya, nama Munir dianggap sebagai sosok yang memudahkan para generasi muda untuk menerjemahkan gagasan konsep HAM yang universal dalam pengalaman orang-orang Indonesia.
Grafiti wajah Munir bahkan kerap kali hadir di pojok-pojok kota, jalanan, hingga kaos dan akan terus berlipat ganda di masa mendatang. Sosok Munir memang tidak akan pudar ditelan waktu.
Kontributor : Rishna Maulina Pratama