Otoritas Belanda yang memeriksa jenazahnya kemudian menemukan adanya kandungan arsenik dalam tubuh Munir.
Setelah serangkaian persidangan dan penyelidikan dari pihak yang berwenang, pada 20 Desember 2005 pengadilan kemudian menjatuhkan vonis 14 tahun penjara kepada Pollycarpus Budihari Priyanto sebagai pelaku pembunuhan terhadap Munir.
Kini, setelah lebih dari 15 tahun kematiannya, nama Munir dianggap sebagai sosok yang memudahkan para generasi muda untuk menerjemahkan gagasan konsep HAM yang universal dalam pengalaman orang-orang Indonesia.
Grafiti wajah Munir bahkan kerap kali hadir di pojok-pojok kota, jalanan, hingga kaos dan akan terus berlipat ganda di masa mendatang. Sosok Munir memang tidak akan pudar ditelan waktu.
Kontributor : Rishna Maulina Pratama