Suara.com - Munir Said Thalib meninggal dunia di dalam pesawat dengan tujuan Amsterdam, Belanda pada 7 September 2004. Berdasarkan hasil otopsi, pejuang hak asasi manusia atau HAM itu meninggal karena dibunuh dengan racun arsenik.
Komisioner Komnas HAM Choirul Anam menilai, 7 September bertepatan dengan hari wafatnya Munir selayaknya dijadikan Hari Perlindungan Para Pembela HAM Indonesia. Bukan hanya untuk mengenang Munir, tetapi juga menjadi simbol kekuatan perlindungan HAM di tanah air.
"Pentingnya 7 Sepetember sebagai Hari Perlindungan Para Pembela HAM, bukan hanya untuk mengenang Cak Munir, namun lebih jauh adalah merawat semangat dan ide perlindungan pembela HAM Indonesia itu sendiri. Supaya keadilan dan kesejahteraan berbasis HAM terwujud di Indonesia," kata Choirul dalam keterangan tertulisnya, Senin (7/9/2020).
Sepanjang hidupnya, pria yang lahir di Malang, 8 Desember 1965 itu membela beragam kasus pelanggaran HAM termasuk pembunuhan aktivis buruh Marsinah. Munir juga aktif membantu keluarga mahasiswa yang menjadi korban dalam tragedi Semanggi pada 1998.
Baca Juga: Winger Sevilla Munir El Haddadi Positif COVID-19
Munir menyadari perjuangan membela HAM di Indonesia tidak semudah membalikkan telapak tangan, sebab sebagian besar dari mereka justru kerap mendapatkan kekerasan, kriminalisasi atau bahkan kehilangan nyawa. Berangkat dari kondisi tersebut, Munir beserta kolega sempat mendirikan Lembaga Pemantau Hak Asasi Manusia Indonesia, Imparsial.
Choirul menganggap, para pembela HAM bukan hanya pejuang di garis depan yang melawan kekerasan. Akan tetapi juga telah menjadi inisiator memajukan bangsa dan melindungi alam dari keserakahan manusia.
"Peran Cak Munir dalam kampenye perlindungan pembela HAM sangat besar, dan Cak Munir salah satu pioner dalam pembelaan para pembela HAM di Indonesia," pungkasnya.