Suara.com - Pengguna internet di Filipina meradang atas rencana kepolisian untuk memantau media sosial, guna memastikan masyarakat menjalani aturan karantina pandemi virus corona.
Menyadur Channel News Asia, netizen dan aktivis Filipina melancarkan kritik atas rencana yang dinilai sebagai siasat pihak berwenang memberlakukan standar ganda dan otoritarianisme.
Kepala satuan tugas penegakkan protokol karantina, Guillermo Eleazar, sebelumnya mengatakan akan ada denda dan hukuman bagi mereka yang melanggar tindakan pencegahan, sementara pelanggar larangan minuman keras akan menghadapi dakwaan tambahan.
Dalam upaya memastikan masyarakat menerapkan aturan pembatasan, polisi dapat memantau aktivitas warga di media sosial mereka.
"Polisi data menggunakan unggahan publik di media sosial sebagai pentunjuk, dan ini akan melampaui operasi visibilitas polisi yang kami lakukan, melengkapi apa yang didapatkan dari layanan hotline," ujar Eleazar.
![Anggota polisi memeriksa identifikasi karantina yang diperlukan dari penduduk di Navotas, pinggiran kota Manila, Filipina, Kamis (16/7). [Ted ALJIBE / AFP]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2020/07/16/40973-filipina.jpg)
Rencana pemantauan media sosial yang diumukan pada Sabtu (5/9), menurut sekretaris kelompok aktivis Nation, Renato Reyes, menunjukkan aparat ingin menggunakan pandemi untuk mengubah kita menjadi negara polisi.
"Di mana setiap tindakan diawasi oleh pihak berwenang," kata Reyes.
Kritikus mengatakan rencana itu menunjukkan standar ganda, setelah seorang kepala polisi diizinkan mempertahankan jabatannya meski melanggar larangan pertemuan sosial pada Mei.
Foto-foto di laman Facebook kepolisian menunjukkan Debold Sinas, kepala polisi wilayah ibu kota nasional, merayakan ulang tahunnya bersama dengan puluhan tamu tanpa masker, duduk berdekatan lengkap dengan kaleng-kaleng bir, meski ada larangan alkohol.
Baca Juga: Iran Buka Kembali Sekolah Pekan Ini, Otoritas Kesehatan Khawatir
Selepas insiden ini, Sinas dilaporkan meminta maaf ke publik.