Dianggap Protein, Warga Nekat Konsumsi Tikus di Tengah Krisis Pandemi

Minggu, 06 September 2020 | 17:13 WIB
Dianggap Protein, Warga Nekat Konsumsi Tikus di Tengah Krisis Pandemi
Olahan tikus goreng dari Malawi. (AFP)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Warga Malawi mengonsumsi daging tikus di tengah krisis pangan dan ekonomi akibat pandemi virus corona.

Menyadur News24, Minggu (6/9/2020), bagi penduduk negara di Afrika Timur ini, tikus dianggap sebagai sumber protein.

Berdiri di sepanjang jalan raya utama Malawi, para pedagang menjajakan tusuk sate panjang berisi beberapa ekor tikus kepada pengendara yang melakukan perjalanan antara dua kota terbesar, Blantyre dan Lilongwe.

Olahan daging pengerat yang digoreng hingga garing ini juga dijajakan di pasar dan warung-warung seluruh negara.

Baca Juga: Anti Ribet! Begini Cara Cek Bansos di cekbansos.siks.kemsos.go.id

Krisis makanan dan malnutrisi merupakan permasalahan yang telah melekat sejak lama di negara yang separuh penduduknya berada di bawah garis kemiskinan ini.

Pandemi virus corona yang telah menginfeksi 5.500 orang dan menyebabkan 170 kematian, semakin memperburuk permasalahan pangan di negara ini.

Terlebih, ketika banyak warga yang kehilangan mata pencaharian sejak diberlakukannya penguncian guna memutus rantai penyebaran wabah.

Setidaknya hal itu yang dirasakan seorang pemburu tikus dari distrrik Ntcheu Malawi, Bernard Simeon.

"Kami sudah kewalahan sebelum pandemi virus corona," ujar Simeon sesaat selepas menyiapkan tangkapan tikus hariannya,

Baca Juga: Isi Air Liur, Lansia Curi Sekotak Sampel Covid-19 untuk Dijadikan Payung

"Tapi sekarang karena penyakit itu, segalanya menjadi semakin buruk," imbuhnya.

Profesi utama dari pria berusia 39 tahun ini adalah petani. Tapi guna menambah penghasilan, ia juga berburu elang dan tikus.

"Ketika masa sulit, kami mengandalkan tikus untuk melengkapi makanan kami karena kami tak mampu membeli daging," ujar istri Simeon, Yankho Chalera.

Pemerintah Malawi telah menjanjikan tunjangan bulanan sebesat USD 50 atau sekitar Rp 739 ribu, bagi mereka yang kehilangan pendapatan akibat peraturan pembatasan.

Skema ini direncanakan berjalan mulai Juni, tetapi pekan lalu, pemerintah menyebut masih ada urusan logistik yang perlu diselesaikan.

Otoritas kesehatan telah mendesak masyarakat tak mampu di beberapa pedesaan untuk melengkapi makanan mereka dengan sumber daya yang tersedia secara gratis dan alami.

Ahli gizi utama Kementerian Kesehatan Malawi, Sylvester Kathumba, mengatakan tikus adalah salah satu sumber protein.

"Kami telah mendorong pola makan semua makan semua kelompok makanan, terutama di saat ini di mana virus corona menyerang orang-orang dengan kekebalan tubuh rendah," kata Grancis Nthalika, koordinator gizi di kenator kesehagan Kabupaten Balaka.

Balaka yang terletak di wilayah selatan negara, dikenal sebagai kawasan untuk perburuan tikus.

Kendati demikiam, para aktivis lingkungan belakangan menyuarakan keprihatinan tentang kerusakan ekosistem yang disebabkan oleh metode perburuan akibat permintaan tikus meningkat.

Hewan pengerat biasanya ditemukan di ladang jagung, di mana mereka tumbuh dari memakan biji, buah, rumput, dan serangga.

Direktur kelompok lingkungan Azitona Development Service, Duncan Maphwesesa, mengatakan perburuan tikus akan menghancurkan ekosistem di dalam semak.

"Kami sangat menghargai bahwa mereka harus mempertahankan mata pencaharian karena kemiskinan dan masalah kebakaran hutan," kata Maphwesesa.

"Mereka tidak melihat bahwa mereka mempengaruhi lingkungan dan mereka bagian tak terpisahkan dari faktor penyebab perubahan iklim," sambungnya.

Kendati demikian, tradisi makan tikus sulit dilakukan. Sebab, perburuan hewan pengerat ini seringnya dianggap sebagai bentuk hiburan.

Salah seorang warga, Lucius Banda, menyebut anak-anak di desanya acapkali diberi makan tikus sebagi bentuk hadiah, bahkan sebelum memerka mencicipi daging sapi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI