Setelah harga tanah naik, para pangeran malah menjual kembali tanah itu kepada negara untuk mendapatkan untung. Operasi melawan korupsi skala besar paling spektakuler terjadi bulan November 2017. Saat itu, MbS menangkap sekitar 350 anggota elit kekuasaan dan mengurung mereka di Hotel Ritz-Carlton di Riyadh.
Setelah ditahan selama 15 minggu, kebanyakan dari mereka dibebaskan dengan membayar sejumlah besar uang.
Langkah MbS dalam memerangi korupsi cukup berhasil meningkatkan citra negaranya. Indeks persepsi korupsi yang dikeluarkan oleh Transparency International menunjukkan bahwa pada tahun 2017 Arab Saudi berada di urutan ke-57 dari total 180 negara.
Dua tahun kemudian, negara itu menduduki peringkat nomor 51 dan sekarang setara dengan negara-negara seperti Italia, Rwanda, dan Malaysia.
Tuntutan akan transparansi kekayaan putra mahkota Namun, ada sejumlah ketidakkonsistenan dalam penangkapan tersebut, lapor Hubbard dari New York Times.
Tidak semua elit politik dan ekonomi yang diduga korup telah ditangkap. Ada pertimbangan lain dalam menentukan keputusan tersebut, di antaranya adalah dugaan bahwa MbS ingin menjadi pemegang saham di beberapa perusahaan yang pemiliknya ia ditangkapi.
Bahkan sebelum penangkapan tersebut terjadi, sejumlah kritikus di luar negeri telah mempertanyakan fakta bahwa hampir tidak ada transparansi terkait keuangan Mohammed bin Salman. Dari mana asalnya uang untuk membeli yacht mewah seharga 500 juta dolar AS?
Dari mana uang 300 juta dolar untuk membeli Château Louis XIV di dekat Paris, Prancis? Lalu dari mana juga ia mendapat uang sebesar 450 juta dolar AS yang diduga telah dipakai untuk membeli lukisan Leonardo da Vinci?
MbS sejauh ini belum bisa menampik kesan bahwa di bawah pemerintahannya, transparansi hanya berlaku jika menyangkut pendapatan orang lain.
Baca Juga: Raja Salman Pecat 2 Bangsawan Arab Saudi karena Korupsi Dana Kemenhan
Singkirkan para saingan? Satu hal yang tampak kian jelas: sang pangeran tidak mentolerir adanya saingan mana pun di lingkungannya. Setelah dinobatkan sebagai putra mahkota, Mohammed bin Salman seolah merasa tidak aman dan khawatir bahwa pesaing dari keluarga kerajaan akan mengawasi kesalahannya untuk kembali memperdebatkan kekuasaannya.