BuzzerRp dan Sejarah Propaganda Ala Rusia Jelang Pilpres 2019

Siswanto Suara.Com
Minggu, 06 September 2020 | 08:07 WIB
BuzzerRp dan Sejarah Propaganda Ala Rusia Jelang Pilpres 2019
[Suara.com/Iqbal Asaputro]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kehadiran apa yang dituduh sebagai buzzerRp atau influencer pemerintah Presiden Joko Widodo sekarang ini tidak dapat dilepaskan dari konteks pemilu presiden tahun 2019. 

Waktu itu, kampanye dipenuhi "propaganda ala Rusia" yang dikenal dengan istilah "firehose of falsehood" atau "semburan api fitnah."

Menurut penjelasan pengamat politik dan ekonomi Rustam Ibrahim propaganda ala Rusia "menormalkan" kebohongan dalam politik.

Rustam menambahkan ini bukan sekedar kebohongan biasa para politisi dengan janji-janji politik yang sangat sulit dipenuhi (pemberi harapan palsu).

Tapi, kata dia, kebohongan yang memang sengaja diciptakan, berupa informasi palsu (fake news) atau hoaks dengan maksud mempengaruhi opini publik.

Propaganda seperti itu dikembangkan berdasar teori Paul Joseph Goebbels, seorang menteri penerangan dan propaganda Jerman era Nazi Hitler. Kata-katanya yang terkenal adalah kebohongan yang dikampanyekan secara terus menerus dan sistematis akan diterima sebagai "kebenaran."

Kampanye hoaks memenuhi media sosial sepanjang pemilu presiden tahun 2019, terutama untuk menyerang kandidat petahana Joko Widodo. Misalnya, dengan mengangkat beberapa isu sensitif, seperti 10 juta tenaga kerja China masuk Indonesia dan tujuh kontainer surat suara sudah tercoblos sebelum pemungutan suara.

Bahkan, ketika itu muncul seorang aktivis yang rela menjadikan dirinya sebagai subyek sekaligus obyek hoaks dengan menyatakan telah dikeroyok sejumlah orang tidak dikenal yang menyebabkan mukanya lebam-lebam. Belakangan terungkap, lebam-lebam pada muka aktivis itu diakibatkan operasi sedot lemak.

"Hoax RS itu digunakan para pendukung Prabowo dengan mengkritik penegak hukum, sampai-sampai ada yang mengatakan bahwa "penganiayaan itu perbuatan biadab." Bukan hanya itu, demo besar-besaran disiapkan yang bisa berpengaruh besar terhadap elektabilitas Jokowi," kata Rustam.

Baca Juga: KSP: Buzzer Merugikan, Silakan Diproses

Meski beberapa politisi kemudian minta maaf, tapi pola hoaks itu dinilai Rustam masih tetap. Sejumlah orang melempar hoaks di medsos. Kemudian ada politisi, aktivis dan "intelektual" dengan berbagai argumen mencoba memberikan pembenaran sekurangnya membela hoax itu sebagai wujud kebebasan berekspresi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI