Suara.com - Anak-anak muda di Portugal menggugat 33 negara atas perubahan iklim yang terjadi di dunia di pengadilan hak asasi manusia Eropa di Strasbourg.
Menyadur The Guardian, Jumat (4/9/2020), enam anak muda asal Portugal membuat terobosan baru dengan menggugat 33 negara negara baik atas emisi di dalam perbatasan mereka dan juga untuk dampak iklim yang dialami konsumen dan perusahaan mereka di tempat lain di dunia melalui perdagangan, ekstraksi bahan bakar fosil, dan outsourcing.
Empat anak-anak dan dua remaja menggugat 33 negara bagian, termasuk Uni Eropa serta Inggris, Norwegia, Rusia, Turki, Swiss dan Ukraina.
Mereka ingin mencegah diskriminasi terhadap anak muda dan melindungi hak mereka untuk berolahraga di luar ruangan dan hidup tanpa kecemasan.
Kasus ini diajukan setelah Portugal mencatat suhu terpanas pada bulan juli sejak 90 tahun terakhir.
Ini dimulai tiga tahun lalu setelah kebakaran hutan dahsyat di Portugal yang menewaskan lebih dari 120 orang pada 2017.
Empat penggugat berasal dari Leiria, salah satu daerah yang paling parah terkena dampak. Dua lainnya tinggal di Lisbon, yang dilanda panas 44 derajat celcius yang memecahkan rekor pada tahun 2018.
Kesaksian ahli memperingatkan bahwa kenaikan suhu tersebut dapat memburuk di masa mendatang. Pada jalur pemanasan sekitar 3 derajat saat ini, para ilmuwan memperkirakan peningkatan tiga puluh kali lipat tingkat kematian akibat gelombang panas di Eropa barat pada periode 2071-2100.
Para ilmuwan juga memperikirakangelombang panas di atas 40 derajat celcius akan bertahan selama lebih dari 30 hari dalam setahun, meningkatkan risiko kebakaran hutan empat kali lipat.
Baca Juga: Ini Alasan Shin Tae-yong Pilih Portugal untuk Lanjutkan TC Timnas U-19
Catarina Mota (20), salah satu penggugat, mengatakan pemerintah harus bertindak berdasarkan peringatan ilmiah karena krisis iklim sudah memengaruhi kaum muda secara psikologis dan fisik.