Suara.com - Ketua Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) DKI Jakarta Arifin angkat bicara soal tindakan anak buahnya yang meminta warga tak pakai masker masuk ke dalam peti mati.
Menurutnya pelanggar itu sendiri yang menawarkan diri masuk ke dalam kotak jenazah itu.
Arifin mengatakan, saat sedang giat penertiban masker, pihaknya menjaring beberapa orang yang melanggar. Namun mereka sambil menunggu dikenakan sanksi sosial malah meminta agar dihukum masuk peti mati.
"Itu yang bersangkutan yang menyodorkan diri masuk peti mati sambil menunggu kerja sosial," ujar Arifin saat dihubungi pada Jumat (4/9/2020).
Baca Juga: Banyak Diprotes, Satpol PP Setop Hukum Pelanggar PSBB Masuk ke Peti Mayat
Ia mengaku selama ini tidak pernah mengarahkan anak buahnya untuk menyuruh pelanggar masuk peti mati.
Sesuai Peraturan Gubernur (Pergub) nomor 41 tahun 2020, sanksi yang bisa dijatuhkan pada pelanggar adalah denda Rp 250 ribu dan sanksi sosial.
"Itu bukan bagian dari pemberian sanksi. Jadi, tidak ada pemberian sanksi yang keluar dari Pergub," jelasnya.
Karena itu, meski sudah masuk peti, pelanggar tetap diminta menjalankan sanksi sosial, yakni membersihkan jalanan.
"Makanya habis itu dia diminta kerja sosial," katanya.
Baca Juga: Anies Resmikan Tugu Peti Mati, Ferdinand Geram hingga Beri Sindiran Menohok
Sebelumnya diberitakan, petugas memberi sanksi kepada sejumlah pelanggar protokol kesehatan di Pasar Rebo, Jakarta Timur, dengan cara berbaring seperti mayat dalam peti jenazah untuk merenungkan kesalahan yang telah diperbuat.
"Beberapa kita minta untuk merenung di lokasi peti mati. Tujuannya menyadarkan kepada orang banyak bahwa COVID-19 itu masih ada dan bahaya," kata Wakil Camat Pasar Rebo, Santoso, di Jakarta, Kamis (3/9/2020).
Masyarakat yang diketahui petugas melanggar protokol kesehatan langsung digiring menuju tenda posko.
Terhadap pelanggar ada tiga pilihan saksi yang bisa mereka jalani, pertama saksi sosial berupa membersihkan fasilitas umum selama satu jam.
Namun bila terbentur waktu, kata Santoso, pelanggar bisa memilih opsi kedua berupa denda sanksi maksimal Rp 250 ribu.