Suara.com - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mencatat pada tahun 2020 ini masih terdapat enam provinsi yang cukup banyak penduduknya terdeteksi buta aksara.
Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, Jumeri mengatakan keenam provinsi itu antara lain Papua, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, dan Kalimantan Barat.
"Papua itu 21,9 persen, NTB 7,46 persen, NTT 4,24 persen, Sulsel 4,22 persen, Sulbar 3,98 dan Kalbar 3,81. Ini beberapa daerah yang masih perlu perhatian yang sungguh-sungguh agar bisa mengentaskan buta aksara di negara kita," kata Jumeri dalam jumpa pers Hari Aksara Internasional, Jumat, (4/9/2020).
Jumeri merinci, kelompok masyarakat di pedesaan dua kali lipat lebih buta aksara dibanding masyarakat perkotaan.
Baca Juga: Pembagian Kartu Perdana Seluler untuk Belajar Online
"Perkotaan itu rata-rata buta huruf 2,29 persen, perdesaan 6,44 persen," lanjutnya.
Lebih lanjut, Jumeri juga menyebut salah satu faktor penting yang menyebabkan buta aksara adalah kemiskinan, masyarakat kelas bawah cenderung tidak memiliki akses untuk mempelajari aksara.
"Ini betul, bahwa buta aksara terkait dengan kemiskinan dan ini salah satu ikhtiar kita memberantas kemiskinan agar masyarakat makin banyak melek huruf sehingga bisa mengakses informasi, sarana kesehatan, ekonomi dsb sehingga bisa mengangkat dirinya," jelasnya.
Untuk mengatasi ini, Jumeri menyebut Kemendikbud telah menyiapkan beberapa program pendidikan keaksaraan dengan cara pengklasteran daerah yang dilakukan oleh koordinasi gabungan (korgab) pemerintah pusat dengan daerah.
"Ke depan ada korgab daerah dengan pusat. Kita cover dengan balai besar penjaminan mutu pendidikan, Nanti unit-unit kami itu bisa memastikan berjalannya program keaksaraan," pungkas Jumeri.
Baca Juga: Kasus OTT Kemendikbud Pimpinan KPK Tidak Gelar Perkara, Mengapa?