Suara.com - Pesta seks yang dilakukan oleh kaum sesama jenis di sebuah apartemen daerah Kuningan, Jakarta Selatan, terungkap pada Sabtu (29/8/2020).
Ternyata komunitas yang berdiri sejak Februari 2018 itu bukan hanya sekali itu bikin pesta serupa. Mereka sudah enam kali menyelenggarakan pesta seks di apartemen dan hotel.
Kini, mereka sedang berurusan dengan polisi. Sudah sembilan orang anggota komunitas yang ditetapkan menjadi tersangka.
Menurut sosiolog dari Universitas Ibnu Chaldun Jakarta Musni Umar, peristiwa itu merupakan pengulangan sejarah maksiat yang pernah terjadi pada zaman Nabi Luth AS.
Baca Juga: Pesta Gay Modus Rayakan HUT RI, MUI: Kok Bisa Berulang Kali Gak Terendus?
"Pesta seks sejenis sedang trending. Itu pengulangan sejarah di masa Nabi Luth AS. Kaumnya doyan seks bebas sejenis," kata Musni Umar.
Akibat perbuatan maksiat meraja lela, kaum sodom pada masa itu dimusnahkan oleh Allah SWT dengan cara dikirikan air bah.
"Inilah pelajaran yang sangat penting, maka hati-hatilah kita semua jangan sampai karena nafsu kita lantas kita melupakan nilai-nilai agama yang dianut oleh masyarakat kita," kata Musni Umar.
Musni Umar mengatakan hidup manusia hanyalah sementara, maka hendaklah melaksanakan aturan-aturan yang dianjurkan oleh agama yang dianut.
Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia Zaitun Rasmin menyebutnya sudah menjadi kesesatan dan menunjukkan bejatnya pelaku.
Baca Juga: Proses Rekonstruksi Kasus Pesta Gay di Jaksel, Terungkap Fakta Baru
"Itu adalah penyakit kronis yang harus dihilangkan," ujar dia.
Dia heran karena pesta seks sudah dilakukan enam kali oleh kelompok yang sama, tetapi tidak pernah ketahuan.
"Kok bisa berulang kali seperti itu, tapi tidak terendus oleh berbagai pihak," kata dia.
Untuk menghindari aktivitas serupa di masa mendatang, dia berharap adanya pengawasan ketat dari pemerintah, khususnya kepolisian.
Menurut dia masyarakat harus ikut peduli dan melaporkan setiap hal mencurigakan ataupun yang dirasa aneh di sekitarnya kepada pihak berwajib.
"Walaupun kita harapkan, jangan ada yang main hakim sendiri. Tapi laporkan ke pihak berwajib, termasuk ke MUI salah satunya," kata dia.
Pendiri Wahdah Islamiyah menambahkan pemerintah daerah seharusnya juga aktif dalam melakukan pemantauan, baik menggandeng aparat maupun pihak lain yang berwenang. Katanya, hal itu ditujukan untuk mengatasi masalah LGBT yang saat ini ia nilai masih subur.
Terkait pembinaan, dia menyarankan agar mereka mau diobati dan disadarkan. Zaitun menyebut selain dengan bantuan psikolog klinis, para penyuka sesama jenis juga diharapkan bisa berkomunikasi dengan ahli agama.
"Kita dari MUI atau ormas-ormas Islam bisa membantu. Jadi kalau kami diberi akses untuk mengajak mereka ke jalan yang benar, dan diminta membina agar mereka tidak kembali terpengaruh, kami bisa dan ingin," kata dia.