Periksa Dirut PT PAL Budiman Saleh, KPK Kejar Aliran Uang Korupsi PT DI

Kamis, 03 September 2020 | 21:34 WIB
Periksa Dirut PT PAL Budiman Saleh, KPK Kejar Aliran Uang Korupsi PT DI
Barang bukti kasus suap proyek yang menjerat Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti dan istri [suara.com/Nikolaus Tolen]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi mencecar Direktur PT. PAL Budiman Saleh terkait aliran uang dalam kasus dugaan suap kegiatan penjualan dan pemasaran pada PT Dirgantara Indonesia atau PT DI pada tahun 2007-2017.

Budiman didalami perannya oleh penyidik lantaran dia pernah menjabat sebagai Direktur Airfact Integration 2010-2012 dan Direktur Niaga PT DI periode 2012-2017 .

"Penyidik mengkonfirmasi keterangan saksi dalam kapasaitasnya saat masih menjabat selaku Direktur Niaga PT DI terkait dengan dugaan peran dan penerimaan cashback dari para mitra penjualan," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, dikonfirmasi, Kamis (3/9/2020).

Budiman diperiksa dalam kapasitas sebagai saksi untuk melengkapi berkas penyidikan tersangka Direktur Utama PT DI, Budi Santoso.

Baca Juga: Kasus OTT Kemendikbud Pimpinan KPK Tidak Gelar Perkara, Mengapa?

Selain Budiman, penyidik lembaga antirasuah juga menelisik keterangan Sales Manager PT Abadi Sentosa Perkasa Andi Sukandi sebagai pihak penghubung pihak PT DI dan pihak mitra penjualan dalam hal pembuatan kontrak dan pembayaran.

"Saat terjadi dugaan tindak pidana yang bersangkutan merupakan mantan sales PT DI yang dipekerjakan sebagai karyawan mitra penjualan," ujarnya.

Selain Budi, KPK turut menjerat mantan Asisten Direktur Bidang Bisnis Pemerintah PT DI Irzal Rinaldi Zailani (IRZ) sebagai tersangka. Irzal dan Budi diumumkan sebagai tersangka pada 12 Juni 2020.
Diketahui di awal 2008, tersangka Budi dan tersangka Irzal bersama-sama dengan para pihak lain melakukan pemasaran penjualan di bidang bisnis di PT DI.

Dalam setiap kegiatan, tersangka Budi sebagai direktur utama dan dibantu oleh para pihak bekerjasama dengan mitra atau agen untuk memenuhi beberapa kebutuhan terkait dengan operasional PT DI. Adapun proses mendapatkan dana untuk kebutuhan tersebut melalui penjualan dan pemasaran secara fiktif.

Pada tahun 2008 dibuat kontrak kemitraan/agen antara PT DI yang ditandatangani oleh Direktur Aircraft Integration, Direktur PT Angkasa Mitra Karya, PT Bumiloka Tegar Perkasa, PT Abadi Sentosa Perkasa, PT Niaga Putra Bangsa, dan PT Selaras Bangun Usaha.

Baca Juga: Sidang Etik Dugaan Pelanggaran OTT Kemendikbud, Ketua KPK Diperiksa

Atas kontrak kerja sama mitra/agen tersebut, seluruh mitra/agen tidak pernah melaksanakan pekerjaan berdasarkan kewajiban yang tertera dalam surat perjanjian kerja sama, sehingga KPK menyimpulkan telah terjadi pekerjaan fiktif.

Selanjutnya pada tahun 2011, PT DI baru mulai membayar nilai kontrak tersebut kepada perusahaan mitra/agen setelah menerima pembayaran dari pihak pemberi pekerjaan.

Selama 2011 sampai 2018 jumlah pembayaran yang telah dilakukan oleh PT DI kepada enam perusahaan mitra/agen tersebut nilainya sekitar Rp330 miliar, terdiri atas pembayaran Rp205,3 miliar dan USD 8,65 juta atau sekitar Rp125 miliar.

Dengan demikian, kerugian negara yang ditimbulkan dalam kasus korupsi penjualan dan pemasaran di PT DI periode 2007-2017 tersebut sebesar Rp330 miliar.

Setelah enam perusahaan mitra/agen tersebut menerima pembayaran dari PT DI, terdapat permintaan sejumlah uang baik melalui transfer maupun tunai sekitar Rp96 miliar yang kemudian diterima oleh pejabat di PT DI.

Mereka di antaranya tersangka Budi, tersangka Irzal, Arie Wibowo selaku Kepala Divisi Pemasaran dan Penjualan, dan Budiman Saleh.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI