Suara.com - Serikat Pekerja Transjakarta (SPT) mempertanyakan pemecatan 8 pegawai oleh manajemen PT Transjakarta karena dianggap telah melalukan pelanggaran berat menggelar aksi unjuk rasa menuntut upah lembur di depan Kemenaker.
Pemutusan hubungan kerja tersebut dinilai mengada-ada lantaran tak ada dasar hukum yang kuat.
"Menurut saya tidak berdasar sama sekali, silakan tunjukan kepada kami bisikin ke kami teriakin ke kuping kami dasar hukum dari aksi dari menyampaikan di muka umum harus mendapatkan izin terlebih dahulu perusahaan. Tidak ada," kata Kepala Divisi Hukum SPT, Muslihan di Kawasan Cipinang Muara, Jakarta Timur, Kamis (3/9/2020).
Muslihan mengatakan, para pegawai yang melakukan aksi unjuk rasa menuntut upah lembur tersebut sebelumnya sudah mengajukan izin ke pihak manajemen namun tak ada jawaban.
Baca Juga: Digugat Karyawan karena Uang Lembur, Dirut Transjakarta Nilai Salah Alamat
"Pada tanggal Juli 2020 kami sudah menyampaikan pemberitahuan ke Polda Metro Jaya dan ke kantor Transjakarta. Tanggal 28 Juli sudah menyampaikan meminta izin dispensasi waktu untuk mengikuti aksi tersebut, ke kantor Transjakarta, tapi tidak langsung dijawab," ungkapnya.
Sementara itu menurut Muslihan para pekerja dari serikat pekerja yang lain diberikan izin waktu dispensasi untuk melakukan hal serupa. Ia menuding ada diskriminasi terhadap pegawai yang tergabung dalam SPT.
Ketua SPT Joko Fitono yang juga dipecat manajemen PT Transjakarta, menilai PHK yang dialaminya lantaran pihaknya terus menuntut pembayaran upah lembur yang tak dibayarkan sejak 2015 sampai 2019.
"Saya menilai pemecatan terhadap saya dan yang lainnya karena menuntut pembayaran upah lemburnya, kita demo sudah ada izin dari Polda Metro Jaya dan memberitahukan ke manajemen juga," kata Joko.
Joko menambahkan, pemecatan terhadap 8 pegawai tersebut dilatarbelakangi juga pelaporan Dirut PT Transjakarta Sardjono Jhony ke Polda Metro Jaya yang dilakukan oleh pihaknya.
Baca Juga: Usai Angkat Terpidana, Anies Tunjuk Eks Bos Merpati jadi Dirut TransJakarta
"Dalih pelanggaran berat, ini karena mungkin Dirut PT Transjakarta kita laporkan ke polisi," tandasnya.
Dipolisikan
Awalnya, pada Senin (31/8/2020) lalu, Serikat Pekerja Transjakarta melaporkan Dirut PT Transjakarta Sardjono Jhony ke Polda Metro Jaya.
Pelaporan terkait ada 13 karyawan yang belum menerima uang lembur dari tahun 2015 sampai 2019.
Laporan itu terdaftar dengan nomor LP/5186/VIII/YAN.2.5/2020/SPKT PMJ
Dalam laporan tertulis, total upah lembur yang harus diterima 13 karyawan itu adalah Rp 287 juta. Bahkan sempat ada yang melayangkan protes demi mendapatkan haknya, namun ada juga yang dipecat.
Tindakan yang diterima para karyawan itu dinilai melanggar UU Nomor 13 tahun 2004 tentang Ketenagakerjaan dan UU Nomor 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja.
Tanggapan Dirut
Sardjono merasa tidak ada kaitannya dirinya secara pribadi dalam kasus itu. Sebab ia baru menjabat sebagai pimpinan TransJakarta sejak 27 Mei 2020 lalu.
"Saya sendiri baru gabung di Transjakarta akhir Mei 2020, yah kan jadi aneh tiba-tiba saya yang dilaporkan? Lalu (selama) empat tahun kemarin mereka ngapain saja?” ujar Jhony saat dihubungi pada Rabu (2/9/2020).
Kendati demikian, Jhony mempersilakan proses hukum dilakukan oleh para karyawannya itu. Sebab, memperjuangkan upah lembur merupakan hak mereka.
"Jadi nggak apa-apa kalau mereka laporkan ke polisi walaupun itu salah alamat menurut saya, yah namanya juga usaha, mereka kan merasa sedang memperjuangkan haknya," tuturnya.
Jhonny sendiri mengaku sudah mendapatkan informasi soal 13 karyawan yang tidak mendapatkan upah lembur ini. Bahkan empat pegawai di antaranya dipecat karena melakukan pelanggaran berat.
Jhony tak merinci pelanggaran yang dilakukan keempatnya hingga berujung pemecatan.
Namun ia menyebut sebelum empat pegawai itu kena PHK, manajemen telah lebih dulu menjatuhkan sanksi skorsing.
"Jadi, juga nggak ada itu kabar mereka di-PHK karena lapor polisi," tuturnya.