Suara.com - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang menelusuri aksi perusakaan plang sebagai tanda penyitaan terhadap aset tanah milik Dadang Suganda (DSG) yang menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan ruang terbuka hijau di pemerintahan kota Bandung tahun 2012.
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menduga aksi perusakan terhadap plang penyitaan itu dilakukan oleh sejumlah orang yang tidak bertanggung jawab.
"Itu, perbuatan melanggar hukum, kami mengingatkan juga bahwa hal itu akan menjadi perhatian serius oleh penyidik," kata Ali saat dikonfirmasi, Kamis (3/8/2020).
Dalam kasus ini, KPK telah menyita sebanyak 64 bidang tanah dan bangunan. Tak hanya itu, dua unit mobil, yakni Toyota Vellfire dan Toyota Fortuner juga sudah disita KPK.
Baca Juga: KPK Akui Belum Dikontak Kejagung untuk Bareng Garap Kasus Jaksa Pinangki
"KPK melakukan penyitaan berbagai aset milik tersangka DS di antaranya 64 bidang yang terdiri dari tanah dan atau bangunan, 2 unit roda empat, Mobil MQS, Toyota Fortuner dan Toyota Vellfire," kata dia.
Ali menyebut KPK akan terus menelusuri sejumlah aset milik Dadang yang diduga dari kasus korupsi RTH Bandung.
"Kamu terus telusuri aset-aset lain yang diduga ada kaitannya dengan perbuatan pidana lain yang dilakukan oleh tersangka DS (Dadang Suganda)," ujar Ali.
Dadang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK sejak 16 Oktober 2019.
Dalam kasus ini, Dadang dijerat KPK sebagai makelar tanah dengan modus membeli sejumlah tanah milik warga untuk dijual kepada pemerintah kota Bandung dengan kisaran harga cukup tinggi.
Baca Juga: Kasus Jaksa Peras 64 Kepsek, KPK: Kejagung Harus Profesional dan Objektif
Dari aksinya itu, Dadang diduga telah mengambil keuntungan mencapai Rp 30 miliar.
"Terdapat selisih pembayaran antara uang yang diterima DSG dari pemrintah kota Bandung dengan pembayaran kepada pemilik atau ahli waris sebesar Rp 30,18 miliar. Sehingga DSG diduga diperkaya sama dengan selisih pembayaran ini," kata Wakil Ketua KPK Lili Pantuali Siregar.
Sebelumnya, KPK sudah menetapkan tiga tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah mantan Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Bandung Hery Nurhayat, Tomtom Dabbul Qomar serta anggota DPRD Bandung periode 2009-2014, Kadar Slamet.