Suara.com - Waki Ketua Komisi V DPR Nurhayati meminta pemerintah segera membayar ganti rugi kepada para warga Jurumudi, Kecamatan Benda, Kota Tangerang, yang terdampak gusuran untuk pembangunan proyek strategis nasional Jalan Tol Bandara, di ruas Cengkareng-Batuceper-Kunciran atau JORR 2.
Nurhayati berujar sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk mengganti hak rakyat atas tanah tersebut sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1 angka 2 di Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
Di mana pasal tersebut berbunyi, Pengadaan Tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak.
"Kalimat 'ganti kerugian adalah penggantian layak dan adil' belum pernah muncul pada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengadaan tanah sebelumnya," kata Nurhayati kepada Suara.com, Kamis (3/9/2020).
Baca Juga: Komisi VII Pertanyakan Berkurangnya Volume LPG Bersubsidi
Atas ketentuan sebagaimana Pasal 1 angka 2 itu, maka Nurhayati meminta pemerintah segera membayar ganti rugi atas lahan milik masyarakat yang terdampak proyek pembangunan jalan tol.
"Saya mengimbau kepada pemerintah untuk segera membayar persoalan tanah ini kepada masyarakat sesuai penilaian atas tanah tersebut sesuai UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Lahan untuk Kepentingan Umum yang tertera di Pasal 1 angka 2 di atas," ujar Nurhayati.
Diketahui, sejumlah rumah warga Jurumudi, Kecamatan Benda, Kota Tangerang, digusur demi pembangunan proyek strategis nasional Jalan Tol Bandara, di ruas Cengkareng-Batuceper-Kunciran atau JORR 2, Selasa (1/9/2020).
Yang menjadi kekesalan mereka, rumah mereka yang digusur belum dibayar oleh pemerintah.
Mereka juga sempat ditawarkan untuk pindah ke rumah singgah yang terdapat di Keluarahan Robokor dan Jurumudi.
Baca Juga: Rumah Digusur Proyek Tol Bandara, Guru Selamatkan HP untuk Ngajar Online
"Katanya kita mau dikasih rumah singgah. Rumah singgahnya mana? Kita ini dijebak. Coba mana rumah singgahnya?" cerita salah satu warga, Kiki kepada Suara.com.
Sementara dana ganti rugi proyek Strategis Nasional (PSN) ini tak kunjung cair.
"Kita kan nggak mikirin diri sendiri. Emang ini tanah girik? Tanah sengketa? Bukan! Ini tanah hak milik. Ya Allah, benar-benar jahat," ujarnya.
Warga pun protes ke Pemerintah Kota Tangerang. Mereka mendirikan tenda protes, Selasa malam.
"Saya heran sama pemerintah menghalalkan segala cara," ujarnya.
Hal senada diungkapkan Titin. Ibu 1 anak ini bingung harus berbuat apalagi. Sementara rumahnya sudah akan diratakan.
"Nggak tahu saya bingung mau tinggal dimana nanti. Uang ganti rugi belum turun," ujarnya.
Dia mengatakan terjadi ketidakadilan soal harga yang ditawarkan. Tanah pemukiman warga ditawarkan hanya Rp 2,7 juta per meter persegi. Sementara untuk tanah sawah dihargai Rp 7,3 juta rupiah per meter persegi. Oleh karenanya warga menolak.
"Tanah saya hanya dihargai Rp 2,7 juta. Itu yang didepan tanah sawah Rp 7 juta. Tapi duitnya belum turun," ujar Titin.
Diketahui, Eksekusi pengosongan dan penyerahan lahan ini terterara pada surat penetapan ketua Pengadilan Negeri (PN) Tangerang per 8 Mei 2020 nomor 21/PEN.EKS.2020PN.TNG Jo. Nomor. 161/PDT.P.CONS./2019/PN.TNG. Untuk pembangunan jalan bebas hambatan, perkotaan dan fasilitas Jalan Daerah satuan kerja pengadaan tanah jalan tol Kengkareng-Batuceper-Kunciran.