Suara.com - Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya mulai melakukan pemeriksaan terhadap pihak terlapor dan saksi-saksi terkait kasus dugaan peretasan dan perusakan website milik media daring Tempo.co dan Tirto.id.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus mengatakan, penyelidik telah melakukan pemeriksaan terhadap pihak pelapor dari Tempo.co pada Selasa (1/9/2020) kemarin. Sedangkan pihak pelapor dari Tirto.id rencananya akan diperiksa Rabu (2/9/2020) hari ini.
"(Pihak pelapor dari) Tirto dijadwalkan hari ini, tetapi yang bersangkutan sedang di luar kota minta diundur hari Jumat," kata Yusri kepada wartawan, Rabu (2/9/2020).
Yusri menyampaikan, beberapa saksi dari Tempo.co dan Tirto.id direncanakan akan diperiksa hari ini. Mereka merupakan karyawan yang mengetahui terkait peristiwa dugaan peretasan tersebut.
Baca Juga: Marak Peretasan dan Serangan Siber, Pemerintah dan DPR Kebut RUU PDP
"Saksi-saksinya dari karyawan mereka akan datang hari ini, saksi ini kan yang mengetahui juga," ujar Yusri.
Peretasan Website
Media daring Tempo.co dan Tirto.id sebelumnya melaporkan kasus peretasan dan perusakan situswebnya ke Polda Metro Jaya pada Selasa (25/8). Situs milik kedua media daring tersebut diretas pada Jumat (21/8) pekan lalu.
Pelaporan dilakukan di SPKT Polda Metro Jaya pada pukul 09.00 WIB hingga selesai pukul 11.30 WIB. Pada saat melaporkan, kedua media ini didampingi oleh LBH Pers, YLBHI, dan SAFEnet.
"Sebagaimana orang yang rumahnya dibobol oleh maling, saya merasa Tirto.id yang tercatat adalah milik saya telah diobrak-abrik oleh maling. Sebagai warga negara yang baik saya melaporkan ke kepolisian untuk segera mengusut dan menemukan siapa pelaku kriminal yang sudah masuk ke Tirto.id dan merusak artikel-artikel yang ada di dalamnya," kata Atmaji Sapto Anggoro, Pemimpin Redaksi Tirto.id dalam siaran pers.
Baca Juga: Polisi Dalami Laporan Kasus Peretasan Situs Tempo.co dan Tirto.id
Sapto Anggoro dipanggil pertama untuk didengar laporannya. Laporan Tirto.id telah terdaftar dengan Nomor Laporan LP/5.035/VIII/YAN.2.5/2020/SPKT PMJ. Dia melaporkan kepada polisi bahwa ada yang meretas akun email editor Tirto.id, lalu masuk ke sistem manajemen konten dan menghapus tujuh artikel Tirto.id, termasuk artikel yang kritis tentang klaim obat Covid-19.
Sementara, Ade Wahyudin sebagai penasehat hukum dari LBH Pers menyatakan, peretasan situs web media online telah melanggar aturan hukum yang diatur dalam Pasal 18 Ayat (1) UU No 40 tengan Pers.
Dia menegaskan bahwa pihak yang menghambat dan menghalangi kerja jurnalistik dapat dipidana.
"Pelaku bisa dijerat pasal 18 ayat 1 UU Pers dengan ancaman pidana 2 tahun penjara atau denda Rp500 juta," kata Ade.
Sedangkan pelaporan Tempo.co dilakukan oleh Setri Yasra selaku Chief Editor Tempo.co. Dia dipanggil tidak lama menyusul Tirto.id dan saat ini laporannya telah terdaftar dengan Nomor Laporan LP/5037/VIII/YAN.2.5/2020/SPKT PMJ.
Dalam pengaduannya, Setri Yasra melaporkan bahwa situs Tempo.co tidak bisa diakses sejak 21 Agustus 2020 pukul 00.00 WIB, kemudian peretas merusak tampilan halaman Tempo.co dan muncul tulisan "Stop Hoax, Jangan BOHONGI Rakyat Indonesia, Kembali ke etika jurnalistik yang benar patuhi dewan pers. Jangan berdasarkan ORANG yang BAYAR saja. Deface By @xdigeeembok."
Laporan disertai dengan keterangan kronologi yang dialami oleh Tempo. Atas kejadian ini, Tempo mengalami kerugian imaterial dan material, karena itu melaporkan ke polisi atas dugaan adanya tindak pelanggaran hukum berdasar pasal 18 ayat 1 UU Pers dan pasal 32 ayat 1 UU ITE.
Direktur LBH Pers ini menyatakan bahwa pelaporan ini adalah langkah awal dari upaya mengungkap siapa pelaku peretasan dan menegakan hukum secara adil untuk melindungi kebebasan pers di Indonesia.
"Dengan pengaduan ini kami berharap kepolisian bisa bergerak cepat melakukan penyelidikan, menelusuri bukti-bukti untuk menemukan dan sekaligus memproses hukum pelaku kriminal yang telah meretas dan merusak media-media ini," ujarnya.
Ade menambahkan, selain Tempo.co dan Tirto.id, ada beberapa media daring lain yang juga mengalami hal yang sama. Selain itu peretasan, doxing bahkan ancaman juga terjadi pada jurnalis, aktivis, karena kritis dan vokal. Hal ini merusak sendi-sendi demokrasi dan kebebasan pers.
"Oleh karena itu, kami ingin kepolisian serius menanggapi laporan klien kami untuk membuktikan bahwa Negara hadir melindungi hak-hak warganya," tandasnya.