Suara.com - Kondisi 20 pekerja lokal di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Sumsel I yang berlokasi di Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan dikabarkan memburuk setelah lima bulan dikarantina ilegal oleh perusahaan tanpa boleh keluar dari area kerja.
Sekretaris Jenderal di Federasi Serikat Buruh Kerakyatan (SERBUK) Khamid Istakhori yang selama ini mengadvokasi buruh PLTU Sumsel I mengatakan ke-20 orang itu bukan anggota serikat buruh, namun meminta pertolongan advokasi ke serikat agar bisa keluar dari karantina ilegal tersebut.
"Perusahaan menerapkan "karantina" yaitu mereka tetap bekerja dan tidak boleh pulang, bahkan ketika ada keluarga yang sakit. Upah mereka tetap dibayar, dapat mess, dapat makan tapi tidak 4 sehat 5 sempurna, tidak ada pemeriksaan medis, kondisi kesehatan mental mereka memburuk, mulai stres dan beberapa menelepon serikat minta advokasi agar bisa pulang," kata Khamid kepada Suara.com, Rabu (2/9/2020).
Khamid mengatakan karantina dilakukan oleh Perusahaan PT Guangdong Power Engineering Co Ltd (GPEC) dengan dalih upaya pencegahan penularan Covid-19 sejak 20 Maret hingga sampai sekarang atau sudah lima bulan lebih.
Baca Juga: Puluhan Pekerja PLTU Sumsel I Muara Enim Dikarantina Ilegal Selama 5 Bulan
Khamid menjelaskan bahwa ke-20 orang ini tidak ikut melakukan aksi mogok kerja seperti anggota serikat buruh, diduga mereka dikarantina perusahaan agar tidak ikut serikat melakukan aksi mogok kerja.
"Sejak serikat mogok, PLTU kekurangan pekerja. Untuk memastikan proyek berjalan, mereka butuh untuk memastikan ketersediaan tenaga kerja. Nah, dengan alasan covid itu pekerja dikarantina, padahal alasan sebenarnya, karena mereka butuh kepastian tenaga kerja," jelasnya.
Sebelumnya, 74 pekerja anggota SP PLTU Sumsel I pimpinan Tajudin mogok kerja. Pada tanggal 24 Maret, 74 pekerja anggota SP gagal bekerja kembali karena menolak aturan karantina perusahaan.
Pada Agustus, perusahaan merekrut 35 pekerja baru dengan pemberlakuan Karantina.
Khamid menduga, aturan itu dibuat untuk menghambat kegiatan serikat dan menjadi alasan tidak menerima kembali anggota serikat pekerja yang menjalankan mogok kerja pada tanggal 9-23 Maret 2020.
Baca Juga: DOORR! Sabirin Tembak Leher Teman Sendiri saat Berburu, Dikira Kancil
"Dengan kata lain karantina yang tidak sesuai aturan ini adalah bentuk anti serikat sebagaimana dinyatakan dalam UU 21/2000 tentang serikat pekerja/serikat buruh," ucapnya.
Khamid menyebut, aturan karantina perusahaan ini hanya berlaku untuk pekerja lokal bagian konstruksi, sementara para TKA dan pekerja kantor seperti staf, petugas keamanan, hingga sopir tetap bekerja seperti biasa.
Atas dasar itu serikat buruh menilai ada kejanggalan dalam pemberlakukan aturan karantina ini; antara lain karantina berlangsung hingga 162 hari padahal aturan karantina adalah 14 hari.
Karantina ini juga melanggar aturan sebab tidak atas sepengetahuan Dinas Kesehatan Muara Enim yang bertentangan dengan ketentuan Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan.
"Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tersebut juga mengatur kewenangan untuk karantina tersebut dilakukan oleh pejabat karantina kesehatan, bukan oleh perusahaan," jelas Khamid.
Oleh sebab itu, Khamid mendesak Gubernur Sumatera Selatan, Plt Bupati Muara Enim, Dinas Ketenagakerjaan, Dinas Kesehatan, dan Satgas Covid-19 Muara Enim untuk segera mengambil tindakan agar karantina ilegal di PLTU SUMSEL I dihentikan.