Suara.com - Kemunculan kelompok yang mengatasnamakan Koalisi Aksi Masyarakat Indonesia yang dimotori Din Syamsuddin dan kawan-kawannya, oleh sejumlah kalangan langsung dikaitkan dengan kepentingan politik praktis.
Bahkan ada yang menganalisa gelagat koalisi ini akan menjadi partai, sebagaimana disampaikan analis dari Indonesian Public Institute Karyono Wibowo.
Di tengah polemik tentang gerakan KAMI, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Poyuono menyarankan kepada mereka untuk bicara dengan para ketua partai pendukung pemerintah jika ada ketidakpuasan terhadap kinerja pemerintahan Joko Widodo.
"Sebaiknya tokoh-tokoh KAMI dan kelompok yang merasakan tidak puas dengan kinerja dan janji kampanye @jokowi
dan penanganan ekonomi akibat dampak Covid-19 , bisa menyampaikan pada Ibu Megawati SP dan ketum parpol yang ada di pemerintahan," kata Arief Poyuono melalui akun Twitter @bumnbersatu.
Baca Juga: Tolak Menantu Jokowi yang Diusung Megawati, 4 Ketua PDIP di Medan Dipecat
Megawati ketika membuka Sekolah Partai Angkatan II Calon Kepala Daerah PDI Perjuangan, Rabu (26/8/2020), menyinggung deklarasi KAMI yang diselenggarakan di Tugu Proklamasi.
"Saya suka ketawa, ini kemarin ini ada pemberitaan ada orang yang membentuk KAMI, di situ kayaknya banyak banget yang kepengen menjadi presiden, terus saya mikir, lah dari pada bikin seperti begitu kenapa dulu tidak cari partai ya?" kata Megawati.
Megawati menjelaskan jika seseorang ingin menjadi pemimpin tertinggi di Indonesia maka harus mendapatkan dukungan dari partai politik.
"Peraturan di republik ini, ketatanegaraan, tata pemerintahan, termasuk yang namanya Pilkada dan Pemilu, maka seseorang harus mencari partai, dukungan, usungan," kata dia.
Jalur independen, menurut Megawati, memang bisa dilakukan juga, namun akan sulit jika bekerja sama dengan legislatif yang mayoritas merupakan orang partai politik.
Baca Juga: Arief Poyuono Gerindra: Menteri Mahfud Md Tak Kompeten, Jadi Kompor Meleduk
"Tidak ada salahnya, hanya jangan lupa, independen kalau jadi dia tidak punya fraksi loh. Jadi bagaimana kalau akan bicarakan namanya pemerintahan di daerah, kan harus ada toh pemerintahan melalui bupati atau wali kota atau gubernur, kan harus bicara dengan DPRD I-II atau DPR nasional, jadi bagaimana coba, pikir," kata Megawati.
Din tak mau melayani reaksi
Merespon dinamika yang muncul setelah deklarasi KAMI, deklarator dan presidium KAMI Din Syamsuddin menegaskan tidak mau melayani terhadap reaksi yang tidak substantif atas dideklarasikannya koalisi aksi tersebut.
"Terhadap reaksi yang tidak substantif, baik dari para elite, apalagi buzzer bayaran, KAMI tidak mau melayani karena hal demikian tidak mencerminkan kecerdasan kehidupan bangsa seperti amanat konstitusi," kata Din dalam pernyataan tertulis.
Menurut dia KAMI mengajukan pikiran-pikiran kritis dan korektif terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara yang menyimpang dari Pancasila dan UUD 1945.
Karena itu, Din mempertanyakan jika apa yang mereka sampaikan tidak ditanggapi secara isi, melainkan berkelit menyerang secara pribadi dan cenderung mengalihkan opini.
Setidaknya, kata mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah itu, ada dua pertanyaan yang diajukan KAMI kepada pemerintah dan penyelenggara negara lainnya untuk dijawab.
Pertama, soal oligarki politik yang membuat keputusan parpol ditentukan segelintir orang dan akhirnya mengendalikan DPR yang membuat aspirasi rakyat terabaikan. Kedua, budaya politik dinasti yang menghalangi orang-orang yang sebenarnya lebih berkualitas untuk maju sebagai pemimpin.
"Masih banyak pertanyaan substantif mendasar lagi, tapi sementara cukup dua itu," kata Din.
Sekali lagi, Din menyampaikan bahwa KAMI menanti tanggapan, bukan pengalihan.
"KAMI siap berdiskusi, bahkan berdebat mengadu pikiran," kata Din.
Sebelumnya, Din menyebutkan setidaknya 150 tokoh yang sudah tergabung dalam KAMI yang dideklarasikan pada 18 Agustus.
Di antara 150 tokoh itu, yakni Rachmawati Soekarnoputri, mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo, mantan Menko Kemaritiman Rizal Ramli, mantan Menteri Kehutanan MS Ka'ban, dan Ketua Umum FPI Sobri Lubis.
Din menegaskan koalisi tersebut bersifat sangat majemuk yang beranggotakan dari berbagai suku, agama, profesi dan generasi.
Mengenai alasan dideklarasikannya koalisi aksi itu, Din menjelaskan karena adanya persamaan pikiran dan pandangan dalam kehidupan kenegaraan Indonesia yang akhir-akhir ini telah menyimpang dari cita-cita nasional dan nilai dasar yang disepakati para pendiri bangsa.