Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku kecewa hasil putusan Peninjauan Kembali (PK) oleh Mahkamah Agung (MA) yang memotong masas hukuman eks Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyumi Maria Manalip menjadi dua tahun penjara.
"Membandingkan antara putusan PK dan tuntutan JPU yang sangat jauh KPK kecewa atas putusan tersebut," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dikonfirmasi, Selasa (1/9/2020).
Ali menyebut pada putusan tingkat pertama oleh Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, bahwa Sri Wahyumi dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Dengan dihukum penjara selama 4,5 tahun.
"Namun, vonis yang dijatuhkan di bawah ancaman pidana minimum sebagaimana diatur dalam UU Tipikor, yaitu minimum pidana penjara selama empat tahun," ucap Ali.
Baca Juga: 23 Pegawai KPK Positif Corona, 1 Sembuh dan 2 Dirawat di Rumah Sakit
Ali mengatakan, akan menjadi kekhawatiran ke depannya bila terdakwa tindak pidana korupsi yang telah dinyatakan bersalah mengajukan PK ke Mahkamah Agung, akan selalu mendapatkan diskon potongan penjara.
"Kami khawatir putusan tersebut menjadi preseden buruk dalam upaya pemberantasan korupsi," ucap Ali.
Maka itu, KPK mengharapkan adanya kesamaan visi dan semangat yang sama antar aparat penegak hukum dalam upaya pemberantasan korupsi.
Ali mengaku hingga kini, jaksa KPK belum mendapatkan salinan putusan Sri Wahyumi dari MA.
Dalam perkara ini, Sri Wahyuni terbukti menerima barang-barang dari pengusaha Bernard Hanafi Kalalo agar memenangkan Bernard dalam lelang pekerjaan revitalisasi Pasar Lirung senilai Rp 2,965 miliar dan pekerjaan revitalisasi Pasar Beo seniai Rp 2,818 miliar TA 2019.
Baca Juga: Kejagung Akan Dalami Sosok Andi Terkait Pengurusan Fatwa MA Djoko Tjandra
Rincian barang yang diterima Sri Wahyumi adalah satu unit telepon selular (ponsel) satelit merek Thuraya beserta pulsa senilai Rp 28 juta, tas tangan merek Channel senilai Rp 97,36 juta, tas tangan merek Balenciaga senilai Rp 32,995 juta.
Kemudian jam tangan merek Rolex senilai Rp 224,5 juta, cincin merek Adelle senilai Rp 76,925 juta dan anting merek Adelle senilai Rp 32,075 juta, sehingga totalnya mencapai sekitar Rp 491 juta.
Bernard juga memberikan uang Rp 100 juta yang diketahui oleh Sri Wahyumi, namun uang itu diambil oleh ketua panitia pengadaan Ariston Sasoeng sebesar Rp 70 juta dan sisanya sejumlah Rp 30 juta disimpan oleh Benhur.
Uang Rp 100 juta itu adalah uang panjar terkait pekerjaan revitalisasi Pasar Beo (senilai Rp 2,818 miliar) dan Pasar Lirung (senilai Rp 2,965 miliar).
Penyerahan uang dilakukan dalam dua tahap yaitu pada 26 April 2019 di kantor BNI Manado Town Square sebesar Rp 50 juta dan pada 27 April 2019 di rumah Stans Reineke Mamesah sejumlah Rp 50 juta.
Setelah mendapat laporan penerimaan uang, Sri Wahyumi lalu memerintahkan Ariston agar paket lelang revitalisasi Pasar Lirung dan Pasar Beo dimenangkan perusahaan yang dipergunakan Bernard, yaitu CV Minawerot Esa dan CV Militia Christi.
Sri Wahyumi selanjutnya meminta Bernard untuk membelikan satu jam tangan merek Rolex. Untuk itu Bernard, Benhur dan Beril Kalalo lalu memesan satu jam tangan Rolex senilai Rp 224,5 juta di Plaza Indonesia Jakarta diambil keesokan harinya.
Keesokan harinya, 29 April 2019, Bernard, Benhur dan Beril juga membeli cincin merek Adelle senilai Rp 76,925 juta dan anting merek Adelle senilai Rp 32,075 juta di Plaza Indonesia sesuai permintaan Sri Wahyuni.
Setelah membeli barang-barang tersebut, Benhur melapor ke Sri Wahyuni dan akan berangkat ke Kabupaten Kepulauan Talaud untuk menyerahkan barang-barang tersebut dan Sri pun akan menunggunya, namun beberapa saat kemudian petugas KPK menangkap Bernard dan Benhur di Hotel Mercure, Jakarta.
Terkait perkara ini, Benhur divonis 4 tahun penjara ditambah denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan, sedangkan pengusaha Bernard Hanafi Kalalo sudah divonis 1 tahun 6 bulan penjara ditambah denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan.