Suara.com - Setidaknya 38.000 orang di Jerman berpartisipasi dalam protes anti-corona untuk menunjukkan ketidakpercayaan pada pandemi Covid-19 dan menentang aturan pembatasan.
Menyadur BBC, Minggu (30/8/2020), ribuan demostran tersebar di sejumlah tempat di jantung kota Berlin seperti Gerbang Brandenburg, gedung Reichstag, hingga Tugu Kemenangan Berlin.
Unjuk rasa dengan tuntutan pencabutan segala pembatasan yang dilakukan terkait pandemi virus corona ini diikuti oleh sejumlah ekstremis sayap kanan, ahli teori konspirasi, hingga warga sipil, termasuk anak-anak.
Meski sebagian besar pengunjuk rasa menggelar aksi yang damai, namun sekitar 200 orang ditangkap oleh kepolisian Berlin karena dianggap menyebabkan kerusuhan.
Baca Juga: Nekat Helat Event Motor, Kasus Covid-19 Meningkat Pesat di Negara Ini
Ratusan orang yang disebut berasal dari simpatisan sayap kanan ini diperintahkan untuk membubarkan diri karena melanggar aturan keselamatan. Mereka ditangkap usai melemparkan batu dan botol.
Kepolisian Berlin menyebut para pengunjuk rasa yang berkumpul di Gerbang Brandenburg ini saling berdesak-desakan, duduk bersama dan berkerumun di tanah.
"Sayangnya, kami tidak punya pilihan lain. Semua tindakan yang diambil sejauh ini belum berhasil memenuhi persyaratan," cuit kepolisian Berlin di Twitter.
Beberapa pengunjuk rasa dilaporkan menerobos penjagaan di gedung Reichstag, membuat polisi menggunakan semprotan merica untuk membubarkan mereka.
Sementara kelompok pengunjuk rasa yang terdiri dari 30.000-an orang, berkumpul dengan damai sambil mendengarkan orasi.
Baca Juga: Studi Terbaru: Ozon Efektif Netralkan Covid-19
Para pengunjuk rasa menyebut pembatasan pandemi virus corona melanggar hak-hak dasar dan kebebasan dalam konstitusi Jerman. Karenanya, mereka menginginkan aturan-aturan tersebut dicabut.
Salah satu pendukung protes, Robert F Kennedy Jr, mengaitkan pandemi virus corona dengan jaringan telepon 5G.
"Hari ini Berlin kembali menjadi garis depan melawan totalitarianisme," ujar Robert memperingatkan adanya pengawasan dan kekuatan jaringan telepon 5G.
Beberapa pengunjuk rasa mengatakan mereka hanya menginginkan hak untuk memprotes.
"Saya bukan simpatisan sayap kanan yang ekstrim, saya di sini untuk membela kebebasan fundamental kita," kata Stefan, seorang warga Berlin berusia 43 tahun.
Jerman disebutkan merupakan salah satu negara yang paling efektif dalam menegakkan kerangka respon wabah dengan pedoman mencegah, mendeteksi, menahan, dan mengobati.
Pedoman ini sangat efektif dalam menekan tingkat kematian di antara orang-orang yang berusia lebih dari 70-an.
Meski terus mengurangi jarak fisik pada awal April, tetapi pemerintah tetap melakukan pelacakan infeksi. Adapun kasus Covid-19 kembali meningkat pada Agustus.
Kanselir Jerman Angela Markel, didukung 16 negara bagian federal pada Kamis (27/8), memberlakukan denda 50 euro atu sekitar Rp 873 ribu bagi siapa pun yang tak memakai memakai masker.
Pemerintah juga memperpanjang larangan acara publik skala besar hingga tahun depan.
"Kita harus hidup dengan virus ini untuk waktu yang lama. Dia mengatakan itu akan menjadi lebih menantang di musim dingin," kata Merkel.
Data dari Universitas Johns Hopkins menyebut Jerman sejauh ini telah mencatatkan 242.000 infeksi dengan 9.297 kematian.