Suara.com - Tanggal 10 Muharam dalam almanak Hijriyah atau biasa dikenal dengan Hari Asyura menjadi waktu yang istimewa bagi umat muslim.
Beberapa ulama menafsirkan Hari Asyura sebagai hari terpenting yang diberkati Allah SWT untuk umat-Nya.
Dalam rangka merayakan hal tersebut di Ibu Kota Provinsi Sumatera Selatan, yakni Palembang terdapat tradisi khas setiap 10 Muharram yakni, tradisi membuat Bubur Suro.
Tradisi tersebut seperti yang dilakukan di Masjid Al-Mahmudiyah atau dikenal Masjid Suro di Jalan Ki Gede Ing Suro, Kelurahan 30 Ilir, Kecamatan Ilir Barat II, Kota Palembang pada Sabtu (29/8/2020).
Baca Juga: Pandemi Melanda, Tradisi Bubur Asyura di Kudus Masih Berjalan
Kali ini, tradisi membagikan bubur tersebut memang berbeda dibanding tahun-tahun sebelumnya. Mengingat saat ini di tengah pandemi Virus Corona atau Covid-19.
Meski begitu, pembagian tetap dilangsungkan. Hanya saja, warga maupun jemaah yang datang tetap wajib menerapkan protokol kesehatan seperti memakai masker dan jaga jarak.
Bubur yang telah dimasak oleh peracik dan pengurus masjid itu dibagi-bagikan kepada warga sekitar, jemaah masjid setempat, dan anak-anak yatim.
Sekretaris Masjid Suro Muhammad Irsan mengatakan, membagikan bubur itu merupakan tradisi yang dilakukan setiap tahunnya.
“Setiap 10 Muharram, kita bagi-bagi bubur suro, sedekah kepada warga yang tinggal di kawasan 30 Ilir ini,” ujarnya kepada Suara.com pada Sabtu (29/8/2020).
Baca Juga: Melihat Tradisi Bubur Asyura di Kudus yang Tak Lekang Dimakan Zaman
Dikatakan dia, bubur yang dibagikan tersebut dibuat menggunakan kurang lebih 50 kilogram atau dua karung beras.
“Dengan 50 kilogram beras itu kita bisa membagikan sebanyak 500 piring Bubur Suro,” tambah dia.
Ditambahkan seorang koki di Masjid Suro, Ki Agus M Yusuf, tradisi bagi-bagi bubur memang dilakukan secara turun-temurun.
Lebih lanjut dia menjelaskan, sedikit cara pembuatan Bubur Suro yang legendaris itu.
Pertama siapkan wajan, lalu masukan air sekitar 70 liter untuk 20 kilogram beras hingga mendidih.
“Kalau mendidih, baru masukan 20 kilogram beras itu selama dua jam. Selama itu harus diaduk-aduk,” kata dia.
Setelah 15 menit kemudian, lanjut dia, masukan rempah-rempah yang sudah disiapkan seperti sahang atau lada, kayu manis, cengkeh atau bumbu sop setengah kilogram, daging 10 kilogram yang sudah dicincang dan ditambah kecap asin.
“Aduk terus selama satu jam lebih. Kalau total membuat itu (Bubur Suro) memakan waktu 4 jam hingga kita sajikan,” ungkap dia.
Ia pun berharap tradisi seperti ini tetap diteruskan oleh penerus berikutnya. Dengan begitu, yradiai bagi-bagi bubur ini tak pernah hilang.
“Semoga tradisi ini terus dilakukan. Jangan sampai berhenti,” katanya.